Archives for November 2014

PT Mitrabara Adiperdana Cetak Laba Bersih Senilai US$12,49


shadow

Financeroll – PT Mitrabara Adiperdana Tbk. berhasil mencetak laba bersih senilai US$12,49 juta sepanjang periode Januari-September 2014, melonjak dari laba bersih pada periode yang sama tahun lalu senilai US$177.501.

Raihan tersebut membuat laba per saham dasar perseroan ikut terkerek dari US$0,001 menjadi US$0,011.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan per 30 September 2014 yang dirilis, naiknya laba bersih tersebut dikarenakan pendapatan juga naik 5,4% dari US$83,81 juta menjadi US$88,34 juta.

Selain itu, perseroan juga berhasil menekan beban pokok penjualan dari US$74,87 juta menjadi US$67,69 juta. Beban keuangan juga menyusut dari US$1,52 juta menjadi US$535.100.

Sementara itu, total liabilitas emiten dengan kode saham MBAP ini per 30 September tercatat senilai US$42,2 juta atau menyusut US$11,01 juta dibandingkan dengan total liabilitas pada akhir tahun lalu senilai US$53,21.

Pada perdagangan kemarin, saham MBAP ditutup melemah 0,76% ke level Rp1.300


Distribusi: Financeroll Indonesia

Pameran Dagang Hortikultura Asia Pacific di Thailand Pada Maret 2015


shadow

Financeroll – Pameran Internasional The 4thHorti ASIA & AGRI-Asia 2015 yang diselenggarakan VNU Exhibition Asia Pacific diharapkan dapat menjadi pedoman untuk pelaku usaha mencari peluang dan meluaskan pasar untuk subsektor hortikultura.

Pameran yang akan digelar di Bangkok International Trade & Exhibiton Center (BITEC), Thailand, 17 – 19 Maret 2015 tersebut akan menampilkan menampilkan teknologi hortikultura yang bisa diadopsi pelaku usaha Indonesia.

Ladda Mongkolchaivivat, General Manager VNU Exhibition Asia Pacific menyatakan, Horti ASIA & AGRI Asia 2015 akan menampilkan teknologi dan inovasi yang maju, menciptakan standar yang lebih tinggi dan meningkatkan daya saing di antara pembudidaya, pengusaha, dan eksportir di Thailand dan negara ASEAN lainnya.

Pameran ini akan menjadi pusat bisnis yang mempertemukan pembeli dan penyedia teknologi dan inovasi yang selanjutnya akan menciptakan peluang bisnis dan meningkatkan produktivitas.

Dalam acara itu, para peserta pameran akan menampilkan dan menawarkan mesin-mesin pertanian, teknologi dan inovasi terbaru dari negara lain. Dari mulai teknologi dan inovasi pratanam, budidaya, pemeliharaan, manajemen panen dan pascapanen.

Ladda berharap pameran tersebut akan menarik minat pasar hortikultura, sayuran, buah, bunga, dan anggrek, mengingat keikutsertaan 300 perusahaan dari 20 negara dan paviliun yang akan ditempatkan di areal seluas 8.000 m2.

Ada sekitar 6.400 pengunjung yang berprofesi pembudidaya, pengusaha, pedagang, dan masyarakat umum akan menyaksikan pameran.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Pemerintah dan Swasta Harus Mampu Meminimalisir Utang Luar Negeri


shadow

Financeroll – Pemerintah maupun swasta harus mampu meminimalisir risiko melesatnya utang luar negeri dengan patuh pada aturan lindung nilai dan rasio pengelolaan utang luar negeri koorporasi swasta nonbank, sejalan dengan penggenjotan investasi asing langsung yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi ke depannya.

Risiko melesatnya debt to service ratio (DSR) akibat terus meningkatnya utang luar negeri tidak bisa dihindari karena saat ini belum ada pertumbuhan yang signifikan dari ekspor akibat pelemahan harga komoditas.

Sementara masih bisa diterima karena ekspor yang turun itu lebih karena efek harga komoditas yang lagi melambat. Makanya harus ada antisipasi dari risiko nilai tukar dengan hedging. Paling tidak risiko yang timbul akibat ULN dapat diminimalisir.

Seperti diketahui, sejak pertengahan Juli, kurs tengah rupiah yang dipatok Bank Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung menunjukkan tren pelemahan. Tak tanggung-tanggung, bersamaan pemberian sinyal kenaikan suku bunga the Fed, rupiah berada pada level Rp12.030 per dolar AS. Sejak saat itu nilai tukar rupiah jarang meninggalkan level Rp19.000 cenderung tembus level Rp12.000 per dolar AS.

Akhir Oktober lalu, BI merilis Peraturan BI tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Nonbank yang berlaku per 1 Januari 2015. Dalam aturan itu BI mewajibkan perusahaan swasta untuk melakukan lindung nilai (hedging) dan menyediakan valas dengan rasio tertentu sesuai ketentuan.

Rasio hedging menentukan persentase keharusan korporasi melakukan hedging dari total nilai utang valasnya. Adapun, rasio likuiditas mengukur ketersediaan aset valas untuk memenuhi kewajiban valas dalam kurun waktu 3 bulan ke depan.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Juda Agung mengatakan beleid tersebut bisa memperdalam pasar keuangan dalam negeri sekaligus menstabilkan nilai tukar rupiah.

Pasalnya kebutuhan valas yang mendadak dalam jumlah besar untuk membayar utang bisa diminimalisasi. Ini akan berpengaruh pada reputasi perusahaan dan bisa mempengaruhi kepercayaan.

Transaksi lindung nilai harus dilakukan seiring dengan respon BI dengan menaikan BI Rate menjadi 7,75% yang akan kembali memperlambat laju kredit. Di tengah suku bunga dalam negeri yang cukup tinggi, para pelaku usaha memilih untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dari luar negeri yang suku bunganya lebih rendah.

Walaupun tidak mempermasalahkan kenaikan DSR, dihimbau agar DSR tidak sampai menembus 50%-60% yang pada gilirannya akan membawa risiko kenaikan biaya pinjaman karena kemampuan membayar valuta asing dinilai menurun.

Menilik data Bank Indonesia, pada akhir September 2014, ULN RI mencapai US$292,3 miliar, naik 11,2% senilai US$29,4 miliar dari periode yang sama tahun lalu US$262,9 miliar. Melesatnya nilai ULN tersebut turut mengerek besaran DSR kuartal III/2014 membengkak menjadi 46,16% dari 44,29% kuartal sebelumnya.

Pemerintah pun harus berani memprioritaskan PMA yang memproduksi barang hulu dan antara (intermediate goods) serta berorientasi ekspor. Selama ini mayoritas FDI hanya sekadar memproduksi produk hilir yang menyasar pasar domestik. Bahan baku dan barang modalnya pun harus diimpor yang lagi-lagi ikut menyerap dolar di pasar valuta asing dalam negeri.


Distribusi: Financeroll Indonesia

PT Garuda Indonesia Terbitkan Saham Baru Sebanyak 17,64 Juta Lembar


shadow

Financeroll – Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menerbitkan saham baru sebanyak 17,64 juta lembar dengan target perolehan dana segar Rp8,1 miliar.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia Handrito Hardjono mengatakan penambahan modal atau right issue tersebut merupakan rencana yang sudah lama terjadi, tetapi belum ada peraturan pemerintah sehingga perlu diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).

Untuk persetujuan agar dibuatkan PP-nya. Ini kejadian sudah lama, dan berjumlah hanya Rp8 miliar, jadi tidak ada tambahan modal baru.

Berdasarkan prospektus singkat yang dipublikasikan perseroan di PT Bursa Efek Indonesia, disebutkan right issue dilakukan tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Manajemen mengeluarkan saham baru seri B sebanyak 17,64 juta lembar.

Rencana right issue tersebut sebelumnya telah mendapatkan restu dari pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 28 Juni 2014. Namun, hingga saat ini, peraturan pemerintah yang mengesahkan penyertaan modal negara (PMN) tersebut belum kunjung diterbitkan.

Emiten berkode saham GIAA itu akan meminta persetujuan kembali dari pemegang saham dalam RUPSLB pada 12 Desember 2014. Perseroan akan menerbitkan saham baru tidak lebih dari 10% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga pelaksanaan right issue dipatok Rp476/lembar.

Rencana right issue ini akan menyebabkan peningkatan jumlah modal ditempatkan dan disetor sebanyak Rp8,1 miliar menjadi Rp11,88 triliun. Bila dicatatkan dalam mata uang dollar AS, tercatat akan meningkat US$893.281 menjadi US$1,31 miliar dari sebelumnya US$1,30 miliar.

Diperkirakan, kepemilikan saham masyarakat akan terdilusi sebesar 0,0092% dari sebelumnya 13,5465% menjadi 13,5373% setelah right issue.

Neraca keuangan perseroan memang tengah tertekan. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) GIAA telah memasuki masa kritis yakni 1,1 kali.

Utang jangka panjang GIAA per 30 September 2014 membengkak menjadi US$578,1 juta atau setara Rp6,93 triliun dari sebelumnya US$324,6 juta. Utang obligasi tercatat flat sebesar US$162,7 juta atau setara dengan Rp1,95 triliun.

Untuk mempertahankan DER dapat dilakukan dengan penambahan modal dari pemegang saham. Diperkirakan penambahan modal akan dilakukan pada 2015 setelah perseroan membicarakan secara resmi dengan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas.

Kondisi keuangan yang ketat itu membuat perseroan akan mengajukan sejumlah opsi kepada pemegang saham selain melalui penambahan modal. Penerbitan saham baru atau right issue dan menjual aset produktif juga menjadi pilihan untuk memperkuat permodalan.

Akan tetapi, opsi right issue sudah tidak mungkin dilakukan karena terkendala jumlah saham pemerintah yang diatur oleh Undang-Undang.

Sebelumnya, perseroan telah menggelar right issue pada semester I/2014. Perseroan menawarkan sebanyak 3.227.930.633 lembar saham biasa atas nama seri B atau 12,48% dari enlarged capital dengan harga Rp460 per lembar.

Perseroan meraup dana segar Rp1,4 triliun dalam pelaksanaan Penawaran Umum Terbatas (PUT) I tersebut. Dana yang diperoleh digunakan untuk pengembangan armada baru dan belanja modal lainnya.

Per 30 September 2014, saham Dwiwarna mencapai US$772,24 juta atau setara dengan 60,5% dari total saham. Kemudian disusul oleh Credit Suisse AG Singapore TC AR CL PT Trans Airways 25,94% dan saham publik 15,53% serta saham direksi & komisaris 0,03%.

Per kuartal III/2014, GIAA membukukan rugi bersih US$219,5 juta atau setara dengan Rp2,63 triliun. Rugi bersih tersebut melonjak tajam hingga 1.362,62% dari periode yang sama tahun sebelumnya US$15,01 juta.

Analis PT Buana Capital Alfred Nainggolan mengatakan right issue GIAA dinilai hanya formalitas untuk memenuhi kewajiban tertentu saja ketimbang kebutuhan permodalan perseroan.

Nilai right issue Rp8,1 miliar itu sangat kecil, dengan melihat lebih kepada adanya kewajiban yang harus dilakukan dan bukan murni untuk penambahan modal.

Hingga akhir tahun diperkirakan kinerja maskapai penerbangan milik pemerintah itu masih akan tertekan. Bila dilihat dari kinerja kuartal III/2014, cukup sulit GIAA untuk bangkit dan bahkan tekanan akan kian besar di akhir tahun.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan Akan Buat Skema Klaster Untuk BPD


shadow

Financeroll – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membuat skema klaster terhadap bank-bank pembangunan daerah terkait penyaluran kredit produktif, termasuk kredit ke sektor mikro dan UMKM, menyusul semakin meningkatnya rasio kredit bermasalah yang disalurkan ke sektor tersebut.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Heru Kristiana mengatakan pihaknya berencana mengelompokkan BPD ke dalam beberapa klaster sesuai dengan kemampuannya menyalurkan kredit ke sektor produktif.

Dalam skema tersebut, OJK akan membatasi penyaluran kredit mikro oleh BPD yang dinilai belum siap, dilihat dari sisi sumber daya manusia maupun infrastruktur pendukung lainnya.

“Dalam waktu dekat akan segera diimplementasikan,” ujarnya sebagaimana dikutip dari harian Bisnis Indonesia, Selasa (25/11/2014).

OJK juga akan terus memantau perkembangan bank-bank BPD yang saat ini dinilai belum mampu menyalurkan kredit produktif dan mikro. Jika dalam perkembangannya bank-bank tersebut dinilai telah cukup memiliki kapasitas yang dipersyaratkan, maka secara bertahap regulator akan memberikan izin.

Di sisi lain, OJK juga akan meminta BPD yang saat ini mencatatkan rasio NPL tinggi untuk segera memperbaiki kualitas kreditnya.

Data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan rasio kredit bermasalah industri BPD di sektor kredit mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada September 2014 mencapai 9,25%, naik 230 basis poin (bps) dari 6,95% secara year on year. Pada periode yang sama, NPL kredit mikro di industri perbankan tercatat 4,1%, naik 63 bps y-o-y.


Distribusi: Financeroll Indonesia