Senin Siang, Rupiah Melemah ke Posisi Rp 13.395/USD

shadow

Benzano – Laju nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Senin (29/2) pagi  hingga siang, bergerak melemah sebesar 14 poin menjadi Rp 13.395 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.381 per dolar AS.  Pertumbuhan produk domestik bruto di Amerika Serikat periode kuartal IV 2015 yang direvisi lebih baik dari ekspektasi menjadi 1% secara tahunan, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,7%, sehingga mendorong dolar AS bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia, termasuk rupiah.

Pelaku pasar uang di dalam negeri juga cenderung mengambil posisi menunggu, dan pelaku pasar sedang fokus pada data ekonomi Indonesia yakni inflasi Februari 2016 yang sedianya akan diumumkan pada awal Maret.  Diperkirakan inflasi naik ke 4,3-4,4% secara tahunan, sehingga mungkin akan mengurangi harapan pemangkasan suku bunga acuan Bank indonesia atau BI rate pada Maret 2016.
Penguatan dolar AS juga masih cenderung terbatas seiring dengan harga minyak mentah dunia yang stabil dengan kecendrungan menguat, menandakan pasar masih yakin dengan rencana pemangkasan produksi oleh anggota OPEC.

Terpantau harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Senin (29/2) pagi ini, berada pada level USD 33,01 per barel, naik 0,70%. Sedangkan harga minyak mentah jenis Brent Crude pada posisi USD 35,43 per barel, naik 0,94%.  Potensi rupiah kembali bergerak menguat cukup terbuka, menyusul paket-paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah akan segera terasa dampaknya.  Dalam waktu dekat ini, pelaku pasar diperkirakan kembali memegang aset berdenominasi rupiah.

Tren kebijakan suku bunga negatif di beberapa negara dapat berdampak positif bagi Indonesia.  Indonesia berpeluang untuk menarik dana investor asing yang keluar dari negara yang menerapkan suku bunga negatif.  Harga surat utang Negara (SUN) selama perdagangan pecan ini diprediksi bergerak terbatas. Sentimen utama yang mempengaruhinya adalah rilis data inflasi Februari 2016 dan lelang SUN.  Pergerakan harga SUN di pasar sekunder akan bervariatif dengan perubahan yang cenderung minim jelang pelaksanaan lelang penjualan obligasi negara pada Selasa (1/3).

Rencana lelang SUN senilai Rp 12 triliun akan menjadi perhatian investor selain rilis data inflasi bulan Februari 2016 yang akan disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).  Bank Indonesia  (BI) memperkirakan terjadinya deflasi di bulan Februari. Made menilai, artinya inflasi secara keseluruhan masih terkendali sehingga akan positif bagi pasar surat utang.  Minimnya katalis dari internal maupun luar negeri juga masih akan membatasi pergerakan harga SUN di pasar sekunder.   Sementara itu, imbal hasil surat utang global dengan kecenderungan mengalami penurunan meskipun pasar saham dan harga komoditas minyak mengalami kenaikan.

Diperkirakan  investor akan membanjiri lelang surat utang Negara tersebut.  Total permintaan investor akan berkisar Rp 20-25 triliun.  Di sisi lain, pemerintah diprediksi tak akan terlalu agresif menyerap hasil lelang. Pasalnya, hingga lelang terakhir pemerintah telah menerbitkan surat berharga negara (SBN) senilai Rp 75,68 triliun. Dengan demikian, sisa target penerbitan di kuartal I 2016 senilai Rp 21,64 triliun.  Padahal, pemerintah masih menyisakan empat kali lelang termasuk lelang pekan depan. Ditambah lagi, pemerintah juga tengah menawarkan sukuk ritel SR008 yang mendapat respons positif dari investor. Sementara itu, investor diperkirakan akan meminta imbal hasil (yield) lebih tinggi dibandingkan lelang sebelumnya. Penyebabnya, pasar surat utang cenderung mengalami koreksi harga dalam sepekan terakhir.

Sementara itu, sentiment positif perlahan kembali, belanja APBN 2016 siap dipangkas. “Imbal hasil SUN mulai terlihat turun walaupun hanya tipis dan tidak pada setiap tenor. Imbal hasil global juga terlihat turun, menyusul pengumuman inflasi zona euro dan Jepang yang masih sangat rendah. Itu mengangkat ekspektasi gelontoran stimulus bank sentral yang lebih besar lagi.  Di Amerika Serikat, data buruk terus menekan ekspektasi kenaikan FFR target lebih lanjut di 2016. Dari domestik, tekanan dalam jangka pendek masih ada terutama datang dari pengumuman APBN-P 2016 serta inflasi Februari  2016. [Sugeng R]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*