Rupiah Ditutup Menguat ke Posisi Rp 13.143/USD

shadow

Financeroll – Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Jumat (4/3)  sore bergerak menguat sebesar 89 poin menjadi Rp 13.143 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.232 per dolar AS.  Mata uang rupiah melanjutkan penguatan sejalan dengan pelemahan dolar AS di kawasan Asia akibat harga minyak mentah dunia yang berada dalam tren penguatan. Sentimen eksternal itu menjaga laju mata uang domestik.

Laju dolar AS yang negatif itu juga seiring dengan sentimen dari data indeks non-manufaktur Amerika Serikat yang menurun mengikuti indeks manufaktur. Aktivitas non-manufaktur AS turun ke 53,4 pada bulan Februari dari bulan Januari sebesar 53,5. Pelaku pasar uang menanti data penggajian non-pertanian AS.  Dari dalam negeri, ekspektasi tren inflasi tahun 2016 ini yang menurun seiring dengan rencana PT Pertamina yang akan memangkas harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium pada April mendatang, akan menjaga fluktuasi rupiah terhadap dolar AS.  Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Jumat sore ini, berada di level USD 34,48 per barel. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi USD  36,88 per barel.

Data pekerja Amerika Serikat yang melemah dapat meredam ekspektasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) untuk menaikan suku bunganya dalam waktu dekat. Sambil menanti data penggajian non-pertanian AS pada malam nanti, investor pasar uang cenderung menahan untuk mengakumulasi dolar AS. Sementara itu, pada kurs tengah BI pada Jumat (4/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp 13.159 dibandingkan Kamis (3/3) Rp 13.260.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai penguatan nilai tukar rupiah yang mencapai tiga persen hingga awal Maret 2016, didorong oleh percepatan realisasi belanja fiskal pemerintah.  Pembentukan laju pertumbuhan ekonomi selama dua bulan pertama tahun ini, sebagian besar disumbang dari pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.  Adapun kontributor lain terhadap pertumbuhan seperti konsumsi domestik, dan investasi swasta, belum begitu menunjukkan perbaikan signifikan.

Menurut Agus, realisasi APBN, khususnya belanja modal pemerintah, seharusnya mendorong swasta untuk ekspansi bisnisnya, sehingga pada akhirnya dapat menumbuhkan sektor riil.  Dilihat dari fundamen ekonomi, para investor juga, mengapresiasi perbaikan aspek lain dari reformasi struktural perekonomian domestik.  Misalnya, laju iflasi, hingga akhir Februari terkendali dan secara tahun ke tahun (year on year/yoy) berada di proyeksi BI di 4 persen plus minus satu persen.  Dari sisi neraca transaksi berjalan, ada perbaikan dari 2,9 persen terhadap PDB (pada 2014 turun ke sekitar 2 persen (akhir 2015), itu yg membuat optimisme dunia ke Indonesia.

Hingga awal Maret 2016, dana asing yang masuk ke pasar surat berharga negara maupun pasar modal, kata Agus, sebesar Rp 35 triliun.  Di pekan keempat Februari 2016 memang ada reverseal (pembalikan modal) sebesar Rp1,5 triliun. Tapi itu lebih karena ulah trader yang ingin ambil untung saja.  Kurs tengah BI pada Jumat siang menunjukkan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.159 per dolar AS, menguat dibandingkan Kamis (3/3) sebesar Rp 13.260.

Pada transaksi antarbank di Jakarta, Jumat pagi, nilai tukar menguat sebesar 72 poin menjadi Rp 13.160 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.232 per dolar AS.  Kondisi makroekonomi domestik yang membaik telah membuat investor memburu Surat Utang Negara (SUN).  Laju nilai tukar rupiah masih mempertahankan tren kenaikannya terhadap dolar AS dengan terus bergerak positif untuk melanjutkan penguatannya. [Sugeng R]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*