Rupiah Ditutup Melemah di Posisi Rp 13.930/USD

shadow

Financeroll  – Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan awal 2016 ditutup makin melemah mendekati level Rp 14.000/USD ketika USD tergelincir terhadap beberapa mata uang di dunia. 

Kurs rupiah berdasarkan data Limas berakhir pada level Rp 13.930/USD. Posisi itu menyusut 107 poin dari posisi akhir tahun 2015 kemarin yang berada di level Rp 13.823/USD. Menurut data Bloomberg sore ini, rupiah terus menurun hingga penutupan di level Rp 13.943/USD. Posisi penutupan hari ini terapresiasi 156 poin dibanding penutupan terakhir di posisi Rp 13.787/USD.

Posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, tercatat ada pada level Rp 13.898/USD di awal tahun 2016. Posisi ini merosot tajam 103 poin dari penutupan akhir tahun di level Rp 13.795/USD.  Dolar kembali melemah terhadap Yen seiring meningkatnya tensi ketegangan di Timur Tengah dan melemahnya pertumbuhan ekonomi China. USD terhadap yen tercatat turun 1,14% menjadi 118.86 untuk menembus level terendah sejak 15 Oktober tahun lalu. 

Selain itu, dolar juga menyusut terhadap franc Swiss sebesar 0,92% ke level 0.9932. Sedangkan indeks USD terhadap beberapa mata uang utama lainnya juga terpuruk 0,55% ke posisi 98,22. Hasil lebih baik dicatat euro terhadap USD dengan kenaikan tipis 0,67% ke posisi 1.0927.

Untuk diketahui, sepanjang tahun 2015, Badan Pusat Satistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 3,35 persen (year on year) merupakan inflasi tahunan terendah sejak 2010. Hal itu dan mengindikasikan perbaikan stabilitas harga barang dan jasa, meskipun turut dipengaruhi dari perlambatan ekonomi.  Laju inflasi tahunan sejak 2010 hingga 2014, masing-masing adalah 6,96 persen, 3,69 persen, 4,3 persen, 8,38 persen dan 8,36 persen. Demikian disampaikan Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin (4/1).

Menurut Suryamin mencatat,  menurut periode 2010 perhitungan BPS, menjadi perbandingan mengingat dampak krisis ekonomi global mulai mereda. Jika dibandingkan laju inflasi pada tahun 2009, saat itu indeks harga konsumen lebih rendah yakni 2,78 persen.  Perbaikan indeks harga konsumen pada tahun ini juga tercermin dalam laju inflasi inti (core inflation), yang juga turut dipengaruhi faktor eksternal–, sebesar 3,95 persen.

Inflasi tahunan 3,35 terbentuk dengan andil inflasi inti, kemudian inflasi yang disebabkan harga yang diatur pemerintah (administered prices) sebesar 0,39 persen, harga barang bergejolak (volatile food) 4,84 persen dan komponen energi yang deflasi 4,02 persen.  Meskipun secara tahunan dan kalender berjalan menunjukkan perbaikan, inflasi pada Desember 2015 sebesar 0,96 persen merupakan inflasi tertinggi bulanan (month to month) sepanjang 2015.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo optimistis target inflasi 2016 di kisaran empat plus minus satu persen tercapai menyusul adanya penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 5 Januari 2016.  Dari sisi daya beli, khususnya nanti ketika tanggal 5 Januari 2016 akan ada penyesuaian harga BBM, itu akan baik sekali.

Pada 5 Januari 2016, harga BBM jenis premium akan diturunkan menjadi Rp7.150 dari semula Rp7.300 per liter, sedangkan BBM jenis solar menjadi Rp5.950 dari Rp6.700 per liter.

Sementara itu dalam pidato pembukaan perdagangan saham 2016, Presiden Joko Widodo mengapresiasi hasil kerja keras Bank Indonesia dalam menjaga inflasi selama tahun 2015.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang 2015 sebesar 3,35 persen atau lebih baik dari target pemerintah di APBN-P 2015 sebesar 5,0 persen.

Selain inflasi yang terkendali, Agus Martowardojo juga mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur pada 2016 ini dapat lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan membaiknya infrastruktur maka akan menyumbang perbaikan ekonomi domestik pada tahun 2016. [Sugeng R]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*