Pre Opening: Awal Pekan, IHSG Berpeluang Melaju di Jalur Hijau


shadow

Financeroll – Pada perdagangan Senin (5/1), IHSG diperkirakan akan berada pada rentang support 5215-5235 dan resisten 5250-5258.  Tampaknya pelaku pasar masih melakukan aksi beli meskipun volume transaksi agak sedikit surut. Penguatan pada saham-saham konsumer, perkebunan, dan properti masih dapat menyokong penguatan IHSG.  Berikut saham-saham pilihan: KIJA, SSMS, BSDE, INDF, LPKR, dan UNVR.

Perdagangan pada hari ini akan kembali ke level normal. IHSG masih diringi dengan aksi profit taking. Pelemahan rupiah akan menjadi sorotan besar apakah masih berlanjut atau tidak. Aksi jual dari investor asing juga masih akan berlanjut. Selain itu kenaikan elpiji dan tarif listrik akan melemahkan daya beli masyarakat sehingga sektor konsumsi berpotensi melemah.  Meski net sell asing dan rilis data-data makroekonomi Indonesia yang tidak begitu baik, namun  tidak menghalangi IHSG untuk dapat melanjutkan penguatannya.  Adapun transaksi asing tercatat nett sell tipis (dari net buy Rp 2,5 triliun menjadi net sell Rp 4,17 miliar).

Pada pekan lalu, sempitnya hari perdagangan dan kemungkinan masih adanya hawa libur tahun baru, tak menyurutkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk melaju di zona hijau.  Menutup perdagangan Jumat (2/1), IHSG berada di posisi 5.242,77, naik 15,82 poin atau 0,3%.

Di hari perdagangan pertama tahun 2015, IHSG berhasil bertahan di zona hijau dan ditutup menguat di level 5242.77 naik 15,82 poin atau sebesar 0,3%. Sepanjang hari perdagangan masih belum kembali ke level normal, Hanya terjadi 155.661 kali transaksi yang melibatkan 5,6 miliar unit saham senilai Rp 4,57 triliun. Sebanyak 149 saham menguat, 136 melemah, dan 79 stagnan. Selain itu terjadi pelemahan pada nilai tukar rupiah yang telah kemblai menyetuh level 12.500.

Kebijakan pemerintah menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium menjadi sentimen positif di market.  Investor juga telah diberikan kado akhir tahun di mana subsidi untuk bahan bakar Ron 88 (premium) telah dihapus, paling tidak kado tersebut dapat mengimbangi sentiment negatif dari rilis data-data makro ekonomi RI.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi tahunan nasional pada 2014 mencapai 8,36%. Besaran inflasi tahun lalu lebih kecil ketimbang yang terjadi di tahun 2013 yaitu 8,38%. Sedangkan inflasi bulan Desember saja naik 2,46%. Bank Indonesia menyatakan, inflasi bulan Desember 2014 meningkat tinggi dan sedikit melebihi perkiraan bank sentral sebelumnya, yaitu dikisaran 2,1%-2,2%. Selain itu BPS mencatat neraca perdagangan pada November 2014 defisit sebesar USD  425,7 juta. Penyebabnya karena penurunan ekspor, sedangkan kegiatan impor masih tinggi. Secara akumulasi sepanjang 2014, neraca perdagangan Indonesia pun masih negatif USD  2,07 miliar.

Sementara itu, laju nilai tukar Rupiah bergerak di zona merah di tengah sempitnya hari perdagangan dan berbarengan dengan rilis berita penyempurnaan PBI Nomor 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank dan Surat Edaran Ekstern Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.

Kurs  Rupiah berada di bawah target level support Rp 12.442. Terlihat harapan positif kami terhadap data-data makroekonomi yang dirilis tidak sesuai dengan harapan sehingga membuat nilai tukar Rupiah bergerak melemah. Waspadai berlanjutnya pelemahan nilai tukar Rupiah.

Sementara dari bursa global perdagangan sepi kembali mewarnai perdagangan. Beberapa data ekonomi juga dirilis. Purchasing Managers’ Index China bulan Desember turun ke level 50,1, berbanding 50,3 pada November. PMI di atas 50 menunjukkan ekspansi manufaktur, sedangkan di bawahnya menunjukkan kontraksi. Selain itu penurunan bursa Ibovespa di Brasil juga memberikan sentimen negatif ke emerging market. [geng]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*