PBOC Siaga Penuh Hadapi Currency War, Potensi External Shocks Semakin Meningkat

Akhir-akhir ini mencuat isu bahwa depresiasi Yuan oleh PBOC (People’s Bank of China/ Bank Sentral Cina), akan menimbulkan Currency War. Pemberitaan di media massa ini terkait dengan pernyataan dari Deputi GUbernur PBOC ,Mr. Yi Gang.

Berdasarkan berita dari Xinhua News Agency , Deputy Governor PBOC Yi Gang menyampaikan bahwa China dalam kondisi siaga penuh menghadapi perang mata uang , jika terjadi. Deputi Gubernur PBOC menegaskan lebih lanjut bahwa “China akan memperhitungkan segala dampak negatif yang telah dialami oleh negara tersebut, yang merupakan dampak dari dilakukannya kebijakan stimulus moneter oleh negara-negara lain.

Terkait dengan pernyataan dari Deputi Gubernur PBOC tersebut, sejumlah media Barat nampak “memelintir” pemberitaan sehingga terjadi pemberitaan yang kurang berimbang, kurang proporsional dan menimbulkan pandangan yang kabur terhadap situasi yang terjadi, terutama pada perekonomian global.

Diantaranya adalah pemberitaan di :
• Wall Street Journal. Maret 24 .Judul artikel : Yuan’s Decline Raises Concerns Over Currency War.
Beberapa poin penting yang terkait adalah :
 U.S. Officials, Others Believe China Is Intentionally Keeping Currency Below Market Value.
 The recent sharp decline in the Chinese currency is threatening to exacerbate China’s trade tensions with the U.S. and raising concerns over a potential currency war in Asia.
• Maret 25, 2014. MoneyNews . Judul artikel : Yuan’s Drop Threatens to Alienate US, Ignite Currency War With Asia.
Beberapa poin penting yang terkait adalah :
 Chinese authorities have been intervening since last month to push the yuan down, and the move threatens to upset the U.S. and ignite a currency war with Asia.

 

Berikut dapat dilihat pergerakan kurs USDCNY , yaitu pair Dollar AS melawan Yuan Cina.

 usdcny

Terhadap hal ini, Analis Vibiz memeliki beberapa pandangan, yaitu :

1. Kecenderungan media Barat menyudutkan bank sentral Cina sebagai pemicu Currency War dapat dikatakan mengherankan dan bahkan menggelikan. Hal ini mengingat kebijakan moneter yang berdampak kepada depresiasi mata uang negara –negara Barat telah dilakukan oleh masing-masing bank sentral.

a. US Federal Reserve memulai stimulus moneter pada November 2008.
b. European Central Bank memulai stimulus moneter sejak Mei 2009.
c. The Bank of England memulai stimulus moneter sejak September 2009. 
d. The Bank of Japan memulai stimulus moneter sejak Oktober 2010.

Jadi “currency war” bukan akan dipicu oleh kebijakan PBOC, seperti yang dipelintir oleh media-media Barat. Hal ini dengan melihat fakta di atas dimana pada dasarnya Currency War sudah dimulai setidak-tidaknya dari tahun 2010, dan Bank Sentral AS adalah pelaku utama dari meletupnya Currency War.

2. Dengan melakukan stimulus moneter secara masif berarti Bank Sentral terkait dengan secara sengaja atau secara sadar sadar/intentionally melakukan depresiasi terhadap mata uangnya, sehingga dengan demikian sudah dapat dianggap sebagai “terlibat” dalam meletupkan Currency War.

3. Pemelintiran Isu tersebut ditengarai merupakan kamuflase media Barat untuk menutupi dampak negatif dari tapering off oleh The Fed yang akan berdampak kepada potensi memburuknya ekonomi di negara-negara industri berkembang. Dengan kata lain, media Barat berusaha mengkambinghitamkan PBOC atas perbuatan The Fed yang berdampak negatif bagi ekonomi negara industri berkembang.

 

 

Dengan pertimbangan diatas maka terdapat beberapa catatan Dari Analis Vibiz, yaitu :

a. Currency War , telah lama berlangsung, sedang berlangsung dan masih akan berlangsung sampai beberapa tahun mendatang.
b. Currency War , pada prakteknya pertama kali dilakukan oleh The Fed dan diikuti oleh negara-negara Barat.
c. Tapering Off oleh The Fed pada dasarnya menyimpan potensi untuk menimbulkan malapetaka ekonomi Global jilid kedua, yang untuk kali ini negara-negara industri berkembang seperti Indonesia, Brasil, India, negara-negara ASEAN dan lainnya, diperkirakan akan menerima dampak negatif yang besar.
d. Stimulus Moneter yang selama ini diakukan oleh negara-negara industri maju, pada prakteknya adalah “ memindahkan kebangkrutan ekonomi Amerika dan negara-negara Eropa yang disebabkan oleh financial meltdown 2007, ke negara-negara industri berkembang”.
e. Pernyataan Deputi Gubernur PBOC, lebih merupakan suatu “Retaliation Strike” (serangan balasan) atas Currency War yang dilancarkan negara-negara Barat, dan bukan “pemicu /trigger” terjadinya Currency War.
f. Dengan adanya perkembangan ini dimana Currency War dapat semakin intens dan semakin melebar, maka negara-negara industri berkembang termasuk Indonesia, mengalami ancaman “External Shock” yang semakin besar.

 

Indra Yudistira/Senior Analyst Economic Research at Vibiz Research/VM/VBN
Editor: Jul Allens
Pic : Wikimedia.org


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*