Manulife Investor Sentiment Index; Pensiunan Indonesia Belum Rencanakan Keuangan Mereka

Manulife Investor Sentiment Index; Pensiunan Indonesia Belum Rencanakan Keuangan Mereka

Hasil temuan Indek Sentimen Investor Manulife (Manulife Investor Sentiment Index,MISI) menyatakan bahwa 75% orang Indonesia diperkirakan masih harus tetap bekerja sampai akhir umur enam puluhan untuk mencukupi kebutuhan masa pensiun. Lebih dari separuh investor belum merencanakan masa pensiun, banyak dari mereka salah dalam membuat perhitungan dan kecenderungan menyimpan dana tunai akan membuat investor merugi, karena nilai tabungan mereka akan tergerus inflasi

Finaceroll – Masyarakat Indonesia mulai menunjukkan kesadaran akan pentingnya perencanaan masa pensiun. Mereka sadar bahwa masa pensiun yang diidamkan tidak akan tercapai tanpa adanya perencanaan. Sayangnya, mereka terus membuat berbagai kekeliruan yang dapat mengganggu masa pensiun mereka, seperti dikemukakan dalam hasil survei terbaru Manulife Investor Sentiment Index (MISI).

Hasil survei untuk kuartal keempat 2013, yang dirilis hari Selasa (11/02) menunjukkan: orang semakin menyadari bahwa masa pensiun akan membutuhkan biaya yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya dan mereka harus menanggung sendiri pengeluaran tambahan yang ada. “Yang kami lihat adalah pendekatan yang semakin bijak terhadap masa pensiun di Indonesia. Jumlahnya masih sedikit, karena masih banyak orang yang belum merencanakannya, dan bahkan mereka yang telah memiliki rencana pensiun masih menyepelekan kebutuhan masa depan mereka,” ujar Nur Hasan Kurniawan, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. “Namun demikian melihat orang Indonesia menyadari bahwa mereka harus mengatasi kekurangan ini merupakan pertanda baik, seiring munculnya persepsi mereka akan perlunya bekerja lebih lama dan bekerja selama masa pensiun.”

Inflasi dan Lemahnya Rupiah Penyebab Biaya Masa Pensiun yang Lebih Tinggi
Inflasi dan nilai suku bunga yang lebih tinggi, serta depresiasi rupiah yang substansial di kuartal keempat tampaknya telah mempengaruhi estimasi investor Indonesia terhadap kemungkinan pengeluaran masa pensiun mereka, yang kini diperkirakan akan mencapai 61% dari pendapatan mereka saat ini. Secara substansial angka ini lebih tinggi daripada 50% yang telah dilaporkan pada kuartal ketiga. Walaupun hal ini tampak lebih realistis, investor masih salah dalam memperhitungkan situasi. Pada kenyataannya, mereka mungkin memiliki pengeluaran lebih besar lagi mengingat kenaikan biaya-biaya yang sangat cepat. Misalnya biaya perawatan kesehatan. Di Indonesia, biaya perawatan kesehatan per kapita meningkat tiga kali antara tahun 2004 sampai 2011 saja.

Hal lainnya dimana para investor memiliki pandangan yang lebih realistis adalah mengenai perlunya bekerja selama masa pensiun. 75% investor Indonesia saat ini berpikiran untuk terus bekerja – angka ini adalah yang tertinggi di Asia (angka rata-rata adalah 54%) dan naik dari 68% pada kuartal ketiga. Mereka mengantisipasi untuk terus bekerja selama tujuh tahun lagi, sehingga mereka baru akan berhenti bekerja pada usia rata-rata 68 tahun – sesuatu yang dipandang secara optimis oleh mereka. Sebagian besar memandang bekerja setelah pensiun sebagai cara yang baik untuk tidak menyusahkan anggota keluarga mereka, menghabiskan waktu, dan akan membantu otak dan tubuh mereka tetap sehat. Pernyataan lainnya yang menunjukkan bahwa investor semakin realistis adalah mereka yang berusia di atas 48 tahun, lebih dari 80% diharapkan akan melewati masa pensiun tanpa dukungan dari anak-anaknya, sebuah angka yang sangat tinggi apabila dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 60%.

Perencanaan yang Buruk, Penyebab Pertimbangan yang Salah tentang Kebutuhan Masa Pensiun

Satu temuan yang menunjukkan bahwa investor kurang realistis adalah bahwa 70% investor mengatakan mereka pasti atau kemungkinan dapat memiliki masa pensiun yang diinginkan (naik dari 59% di kuartal ketiga). Namun, kenyataannya, lebih dari setengah investor yang disurvei belum memulai perencanaan masa pensiun mereka, hampir satu dari lima orang yang belum mulai ini mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk memulai perencanaan. Hal ini berpotensi menyebabkan sulitnya mendapatkan masa pensiun yang nyaman.

Kurangnya perencanaan masa pensiun ini mengakibatkan konsekuensi yang serius. Responden mengatakan bahwa mereka harus bergantung pada tabungan masa pensiun selama 16 tahun, berdasarkan perkiraan pensiun di usia 61 tahun dan harapan hidup hingga usia 77 tahun. Namun berdasarkan asumsi pengeluaran selama masa pensiun, estimasi tabungan mereka hanya akan mencukupi rata-rata sampai 9 tahun, sehingga ada kesenjangan 7 tahun.

“Dari segi prioritas tabungan, perencanaan masa pensiun menempati urutan ketiga setelah membayar pendidikan anak-anak mereka dan memulai bisnis sendiri. Yang saya petik dari temuan ini adalah selain kurangnya perencanaan masa pensiun secara umum, orang Indonesia merasa bahwa pilihan investasi yang tersedia masih kurang,” kata Nur Hasan. “Oleh karena itu mereka mengatasinya dengan cara mereka sendiri yaitu dengan menginvestasikan pada pendidikan anak-anak mereka dan bisnis mereka sendiri. Yang perlu mereka pertimbangkan bahwa ‘investasi’ seperti ini mungkin tidak memberikan pendapatan yang mereka perlukan di masa pensiun. Untuk itu mereka harus mencari pilihan lain – seperti pendapatan tetap – yang menghasilkan pengembalian yang aman, andal, dan stabil.”

Memilih Menyimpan Dana Tunai, Berarti Investor Akan Merugi
Secara keseluruhan, sentimen investor membaik pada kuartal ini, dengan indeks untuk Indonesia meningkat menjadi angka 41 (dari angka 38 di kuartal ketiga), di atas rata-rata kawasan Asia, yaitu pada angka 22 (termasuk Filipina). Properti terus dipandang secara positif sebagai sarana investasi – baik dalam bentuk rumah tempat tinggal (di angka 73) maupun sebagai investasi (di angka 76) – dengan kenaikan sentimen sekitar 10% dibandingkan kuartal sebelumnya, dengan angka indeks 66 untuk rumah dan angka 67 untuk properti lainnya. Yang mengalami kenaikan paling besar adalah saham, di mana sentimennya melonjak 14 poin lebih tinggi dari angka -20, walau gsentimen keseluruhan masih tetap negatif pada angka -6.

Dana tunai sangat menonjol dan terus menjadi aset yang sangat populer, walaupun sentimen terhadap dana tunai melemah (di angka 77 dari angka 85). Tetap saja skor sentimen ini mencerminkan adanya kecenderungan memilih dana tunai, sesuatu yang sebenarnya melemahkan prospek pensiun investor. Dalam persentase terhadap keseluruhan aset yang dimiliki oleh investor, dana tunai terhitung sebesar 37% di kuartal keempat (turun dari 42%), atau setara dengan pendapatan pribadi selama 10 bulan. Hanya 18% dari dana tunai ini yang dipergunakan untuk pengeluaran sehari-hari dan biaya tidak terduga.

“Dari survei MISI, kita bisa mengetahui bahwa dana tunai lebih disukai oleh masyarakat. Namun sebenarnya investor perlu mengubah pola pikirnya, jika mereka ingin agar tabungan mereka – dana tunai itu – menjadi sumber pemasukan bagi mereka,” ujar Putut Andanawarih, Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. “Dengan tingginya angka inflasi di Indonesia, dalam jangka panjang, dana tunai yang disimpan di tabungan nilainya akan semakin turun. Dengan angka inflasi 8%, setiap Rp 1 juta uang tunai yang dipegang, daya beli uang Anda akan berkurang Rp 7 ribu setiap bulannya. Menurut pendapat kami, masyarakat Indonesia harus mulai mempertimbangkan untuk mengurangi simpanan dana tunai mereka dan melalukan investasi secara lebih efektif pada berbagai jenis pilihan investasi yang kini telah tersedia kepada mereka,” imbuhnya.

Temuan lainnya adalah setelah turun lebih dari sepertiga di Q3, sentimen investor keseluruhan kembali naik di Q4 – dari angka 38 menjadi 41. Ini tetap dianggap lebih tinggi daripada rata-rata regional sebesar 22 (dan juga Amerika Serikat di angka 22).  Empat dari lima investor menganggap kini saatnya berinvestasi di properti. Kepemilikan rumah dan investasi properti lainnya masing-masing naik 7 poin di angka 73, dan 9 poin menjadi angka 76. Kepercayaan investor didasarkan pada keyakinan bahwa prospek pengembaliannya menjanjikan dan bahwa harga-harga telah terkoreksi hingga berada pada tingkat awal yang menarik. Saham merambat naik 14 poin dimana investor menyebut stabilitas pasar dan tanda-tandai membaiknya kondisi pasar, namun sentimen tetap berada di wilayah negatif dengan angka -6 dan kepemilikan aset keuangan bisa diabaikan dimana ekuitas investor hanya berjumlah 0,2% dari populasi rakyat Indonesia. Sentimen terhadap pendapatan tetap terus menurun trennya, namun investor masih tetap positif di angka 37. Namun kepemilikan aset pendapatan tetap masih sangat kecil yaitu sekitar 1% dari total portofolio mereka (tidak termasuk rumah utama).

facebookgoogle_plusredditpinterestlinkedinmail


(Sumber : http://financeroll.co.id/feed/ )

Speak Your Mind

*

*