Kemenperin Buka Peluang Ekspor Untuk Industri Tekstil Dan Alas Kaki


shadow

FINANCEROLL – Jakarta, Kementerian Perindustrian mendorong pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki untuk memacu penjualan ekspor. Untuk itu, Kemenperin memberi stimulan atau perangsang bagi industri untuk melakukan terobosan pemasaran itu. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, Harjanto.

Pertama, memberi tambahan insentif dalam bentuk kemudahan mendapat bahan baku tekstil dan produk tekstil serta alas kaki. Kedua, memberikan kemudahan akses pembiayaan seperti diamanatkan Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.

“Ketiga, membangun buffer stock untuk industri kapas dan kulit. Lalu yang keempat, melakukan koordinasi antar-kementerian dalam rangka promosi perdaganan dalam negeri,” ungkap Harjanto di Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Sementara itu, stimulan kelima merupakan upaya yang langsung mendorong ekspor. Kemenperin bakal membuka peluang kerja sama berupa Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara yang dapat menyerap produk garmen dan alas kaki. Khusus FTA, Harjanto memastikan komitmen pemerintah untuk menjalin kemitraan yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi industri nasional.

Langkah strategis ini menjadi solusi untuk menyiasati kondisi kedua industri tersebut yang tengah stagnan. Namun Harjanto menekankan, kondisi ini bersifat sementara alias seasonable dan dialami oleh industri TPT dan alas kaki yang berorientasi penjualan domestik.

“Sebaliknya, penjualan kedua industri tersebut yang berorientasi ekspor justru membaik dan menjadi penyeimbang,” ujarnya.

Harjanto merinci penyebab pelambatan ini lantaran nilai kurs dollar yang menguat dibanding rupiah sepanjang awal tahun ini. Tentu saja, ini berdampak pada industri yang banyak mengimpor bahan baku ini.

Selain itu naiknya harga energi seperti listrik dan upah buruh yang meningkatkan beban tenaga kerja (labor cost) yang berdampak terutama bagi industri TPT seperti garmen yang merupakan industri padat karya.

Kemenperin optimistis, situasi bersifat sementara dan berbalik membaik seiring mulai mengalirnya pencairan APBN dan dikerjakannya proyek-proyek infrastrukur sejak kuartal pertama 2015 hingga akhir tahun yang mendorong multiplier effect berupa naiknya daya beli masyarakat.

“Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat pada bulan puasa dan menjelang Lebaran satu-dua bulan lagi diharapkan turut mendorong penjualan produk pakaian dan alas kaki,” terang Harjanto.

Kemenperin Larang Impor Pakian Bekas

Kemenperin juga mendorong penindakan tegas atas praktik impor pakaian bekas. Pasalnya, hal ini mematikan industri garmen dan tekstil dalam negeri.

Sejatinya, larangan impor ini sudah dikeluarkan Pemerintah sejak tahun 1982, melalui SK Mendagkop No. 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Selain itu terdapat beleid dari Menperindag Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002.

Aturan tersebut menegaskan larangan impor atas produk gombal atau kain perca, karena sekarang ini kebutuhan kain perca tersebut sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Terbaru, Pemerintah melalui Undang Undang No. 7 Tahun 2014 melarang impor pakaian bekas karena mengandung virus (kuman) membahayakan yang dapat menularkan penyakit.

“Seluruh peraturan itu belum ada yang dicabut yang artinya masih berlaku.  Maka, demi melindungi industri sekaligus melindungi kesehatan masyarakat, diperlukan penegakan atau enforcement aturan perundang-undangan yang tegas,” pungkas Harjanto.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*