Emas Terombang Ambing Sikap ECB, Eropa Butuh Reformasi Struktural


shadow

Pada Senin pagi (05/01) di bursa Singapura, emas batangan diperdagangkan pada harga $1,190.94 per ons atau menguat tipis dari akhir perdagangan minggu lalu di harga $1,188.39.

Harga emas diperdagangkan terombang-ambing diawal minggu ini, beriringan dengan kebijakan bank sentral Eropa dan kondisi ekonomi AS yang mengalami divergensi ditengah prospek kenaikan suku bunga The Fed. Kebijakan lanjutan Eropa untuk melakukan pembelian aset sendiri juga mengundang penguatan Dolar AS yang berdampak negatif bagi daya pikat Emas.

Harga Emas di tahun 2014 berakhir turun, seiring dengan penguatan Dolar AS yang terdorong oleh keputusan The Fed untuk mengakhiri kebijakan stimulus pada Oktober kemarin. The Fed juga akan mulai menaikkan suku bunganya di 2015 ini. Indek Dolar AS Bloomberg menunjukkan penguatan yang signifikan sejak 2005. Sebaliknya Euro makin terpukul dan berada pada posisi terlemah sejak Maret 2006. Presiden European Central Bank (ECB), Mario Draghi menyatakan pada minggu lalu bahwa dia tidak bisa mengesampingkan potensi deflasi yang ada, oleh sebab itu prospek kebijakan pembelian obligasi Eropa kembali dalam jumlah besar semakin terbuka.

Kebijakan ECB tersebut membuat Dolar AS semakin perkasa. Dalam perdagangan berjangka, untuk kontrak pengiriman emas dibulan Februari berakhir diharga $1,187.30 per ons di lantai bursa Comex, dari minggu lalu di harga $1,186.20.

Mario Draghi memang belum memberikan sinyal yang cukup kuat kapan akan mulai melakukan pembelian dalam skala besar-besaran atas aset-aset Eropa meski sudah menyatakan tidak bisa mengesampingkan potensi deflasi yang ada.

Langkah ECB yang demikian ini mendapat kecaman, setidaknya dari para eksekutif yang menilai hal itu akan menimbulkan ancaman bagi stabilitas keuangan di kawasan Euro, dapat mengurangi insentif bagi berbagai pemerintahan untuk melakukan restrukturisasi perekonomian dan diaggap sebagai cara yang melawan hukum.

Draghi berdalih bahwa resiko tersebut memang tidak bisa dihilangkan bergitu saja, namun setidaknya bisa dibatasi. Setidaknya kita akan menghadapai resiko turunnya harga dan jatuhnya upah serta menurunnya konsumsi sebagai efek lanjutan.

Jens Weidman, Presiden Bundesbank beralasan bahwa berbagai langkah tersebut tidak bisa menjamin dengan jatuhnya harga minyak akan menghadirkan kebijakan stimulus, sementara yang lain mengingatkan bahwa jatuhnya harga minyak mentah akan menyeret deflasi pada zona euro. Indikasi ini bisa terlihat dari data prakiraan yang disajikan oleh Bloomberg survey dimana menunjukkan harga konsumen di zona Euro akan mengalami penurunan sebesat 0.1 persen di bulan Desember dari tahun alu, ini merupakan penurunan yang pertama kali sejak 2009.

Para pengambil kebijakan tradisional yang cenderung “hawkish”, yang menginginkan berbagai instrumen kebijakan moneter tetap berpegang teguh pada standar yang ada dengan mengacu pada krisis keuangan yang terjadi 80 tahun silam telah membuktikan salah dan kini mengulang kesalahannya kembali, ungkap Holger Schmieding, kepala ekonom Berenberg Bank di London. “Alih-alih bisa menangani inflasi dan moral hazard atas hasil yang ditakutkan apabila kebijakan-kebijakan tidak dijalankan sesuai dengan standar yang ada, Zona Euro justru semakin mendekati kearah deflasi”.

Euro sendiri terperosok ke posisi terlemahnya dalam empat tahun terakhir ini setelah sejumlah investor bertaruh bahwa QE Eropa akan dijalankan will secepat mungkin di kuartal ini. Euro anjlok 0.6 persen ke $1.2034. Para 25 anggota Dewan Pemerintahan Eropa akan mengevaluasi paket kebijakan WE dalam pertemuan moneter yang akan datang, 22 Januari nanti. Peristiwa ini akan menjadi satu hal yang penting untuk menilai reaksi Eropa dalam menyikapi periode inflasi rendah yang panjang ini. Pertemuan sela akan dilakukan pada 7 Januari lusa bertepatan dengan pengumuman tingkat inflasi Eropa.

Resiko yang belum terjadi berkenaan dengan mandat ECB untuk menjaga stabilitas harga lebih besar saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu, ungkap Draghi. Sulit dikatakan berapa jumlah angaran yang akan dikeluarkan untuk membeli obligasi pemerintah, tambahnya.

Sejatinya pertempuran masalah QE ini mengemuka diberbagai media di Jerman. Peter Praet, ekonom ECB menyampaikan pada Boersen-Zeitung pada pekan ini bahwa para pejabat tidak bisa melihat jatuhnya harga minyak sebagai efek putaran kedua menjadi “lebih tinggi dari biasanya”. Sementara Wakil Presiden Vitor Constancio menyatakan pada WirtschaftsWoche bulan lalu bahwa ECB ingin menjaga berbagai bahaya yang muncul dengan sebagai efek jatuhnya tingkat upah, konsumsi, permintaan dan keuntungan sebagai efek spiral. Weidmann sendiri sebelumnya juga sudah menyatakan bahwa ECB semestinya tidak menarik busur atas tekanan pasar untuk memulai langkah pembelian Obligasi kembali.

Dalam pertemuan di awal bulan Desember sebelumnya, Draghi menyatakan kepercayaan dirinya bahwa kebijakan stimulus dapat di buat aman dengan kesepakatan yang ada didalam Dewan Pemerintahan Eropa,  meski hal itu juga tidak perlu disetujui semua anggotanya. Klaas Knot salah satu anggota Dewan Pemerintah menyatakan bahwa hanya satu hal yang menjadi perhatian, yaitu bagaimana membagi resiko atas aksi beli kembali obligasi tersebut.

Gubernur Bank Sentral Jerman menyatakan bahwa selama Eropa tidak memiliki niat politis untuk berbagi resiko diantara anggota zona Euro, maka bukan masalah bagi kita untuk mengambil sejumlah keputusan sendiri lewat jalan belakang.

Draghi mengambarkan pertumbuhan zona Euro saat ini akan sangat lemah hingga pemerintah di Eropa melakukan tekanan untuk reformasi. Sejumlah struktur penting pwerlu direformasi, seperti pasar tenaga kerja agar lebih lentur, birokrsi yang lebih sederhana dengan pajak yang lebih rendah. Dragi menegaskan bahwa jelas sudah kebijakan moneter kita tidak akan efektif jika pemerintah tidak melaksanakan sejumlah reformasi struktural. (Lukman Hqeem | @hqeem)


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*