Akankah Harga Minyak Turun Hingga $20 pbl pada 2016

shadow

Dalam pekan-pekan ini, deflasi seperti memenangkan pertempuran. Indek saham global menurun dan mengalami tekanan, sementara harga komoditi termasuk emas dan minyak mentah juga makin terpuruk jatuh. Andai ini pertandingan tinju, setelah dihajar dan dipojokkan, biasanya petinju akan ganas membalas kembali dan menggasak lawan lebih keras. Akankah jatuhnya harga minyak saat ini juga berpeluang demikian, memantul dan siap membalik keadaan ?

FINANCEROLL – Jika mencermati berbagai cuitan sosial media terkait pergerakan harga minyak mentah saat ini, banyak sekali yang berbicara mengenai jatuhnya harga minyak mentah. Tidak hanya berhenti dikomentar saja, sebagian bahkan memperkirakan harga minyak masih akan turun, sebagian justru melihat harga bisa berbalik dan naik kembali secepatnya. Tidak tanggung-tanggung, pasar terbelah menjadi dua kubu yang sama kuatnya, memperkirakan harga minyak mentah bisa terus turun hingga $20 per barel, sebagian menilai harga minyak mentah akan memantul dan bergerak naik hingga ke $60 per barel kembali.

Dalam pandangan analis fundamental, bisa dipahami mengapa harga minyak mentah turun drastis saat ini. Jatuhnya harga minyak bersamaan dengan anjloknya harga-harga komoditi lainnya. Fakta bahwa banyaknya suplai ditengah minimnya permintaan, membuat harga minyak mentah tersungkur dalam. Dalam konteks teknis, kondisi ini mengalami kelebihan suplai.

Mengutip apa yang dikatakan oleh Daniel Yergin, penulis buku terkenal mengenai minyak, “The Prize: The Epic Quest for Oil, Money, and Power: “The world of commodities has been turned upside down. Instead of tight supply and strong demand, we have tepid demand and oversupply and overcapacity for commodity production. It’s the end of an era that is not going to come back soon.”

Dengan kata lain, kita mengalami “kekenyangan” komoditas akibat kelebihan suplai. Kondisi ini makin menjadi-jadi ketika Cina mengalami perlambatan ekonomi. Permintaan minyak yang turun membuat harga minyak makin anjlok. Tidak disangkal lagi, kondisi ini yang menjadi tren pergerakan harga minyak terkini.

Soal suplai minyak yang membanjiri pasar ini tidak lepas dari kenaikan produksi minyak mentah AS dan kebijakan OPEC sendiri yang tetap memproduksi minyak mentahnya secara besar-besaran sejak tahun lalu. Hingga pertemuan OPEC terkini, belum ada keputusan untuk memangkas produksi minyak mentahnya. Semua pihak seperti semaunya sendiri dalam memproduksi minyak mentah, ungkap Menteri Perminyakan Iran dalam pertemuan terkini OPEC. Iran memang menjadi salah satu jangkar penurun harga minyak mentah dengan produksi yang besar dan saksi Barat yang menurun sehingga memungkinkan minyak Iran diperdagangkan keluar negeri, membuat pasokan global makin banjir. Libya memang menahan produksinya, setidaknya mereka hanya memompa minyak mentahnya hanya seperempat dari masa sebelum perang pecah di Libya.

Lazimnya, dalam perekonomian yang sehat dan tumbuh berkembang, harga minyak mentah akan terasa lebih murah dengan pendapatan ekonomi yang lebih baik. Jatuhnya harga minyak mentah juga akan membuat keuntungan perusahaan naik setelah ongkos produksi terkait konsumsi minyak mentah akan menurun biayanya. Sayangnya, hal demikian tidak terjadi saat ini. Ditengah jatuhnya harga minyak mentah, tidak serta merta mendorong pendapatan perusahaan naik kencang. Perusahaan dan pabrikan sendiri terbelit masalah untuk menjajakan produksinya, setelah pasar global melempem akibat ekonomi yang melambat. Alhasil, permintaan minyak mentah juga turun pula.

Sejak bulan Juni tahun lalu, harga minyak mentah terus mengalami penurunan dari kisaran harga $107 per barel ke harga terkini di $38 untuk minyak jenis WTI. Parahnya, penurunan harga minyak masih belum menunjukkan tanda-tanda melambat. Memang terlihat ada peluang harga minyak mentah bisa memantul dari harga termurah ini untuk kembali naik diatas $39 per barel. Sebagian pihak diyakini sudah menunggu dilintasan berbaliknya arah harga minyak ini dan berharap kenaikan panjang akan terjadi. Sayangnya, sejauh ini tanda-tanda pergerakan harga minyak mentah untuk naik lebih jauh masih belum terlihat.

Pasar bisa meraba sejauh mana jatuhnya harga minyak mentah ini akan berlangsung dengan mencermati langkah-langkah yang diambil sejumlah bank-bank sentral. Berbagai kebijakan bank-bank tersebut adalah untuk mengejar kenaikan inflasi yang dianggap sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, inflasi masih dibawah target bank-bank sentral saat ini. Obat penenangnya, beberapa pejabat bank sentral mengatakan untuk tidak khawatir, inflasi akan naik kembali. Dalam pandangan mereka, disinflasi saat ini secara garis besar mencerminkan jatuhnya harga minyak mentah. Sekali harga minyak ini keluar dari perhitungan, inflasi akan naik kembali. Pendek kata, mereka tidak perlu menunggu hingga harga minyak mentah memantul naik kembali, hanya butuh harga minyak berhenti jatuh saja sudah cukup untuk menaikkan inflasi.

Harapan demikian ini nampaknya masih tinggi untuk menjadi nyata. Bagaimana tidak apabila melihat ke laporan The International Energy Agency yang memperkirakan Arab Saudi sendiri masih bisa memproduksi minyak mentah sekitar 2 juta barel per hari dan Iran sebanyak 700,000 barel. Padahal dalam perhitungan IEA, selain jatuhnya harga minyak masih akan berlanjut, permintaan minyak mentah di 2016 juga masih akan turun, setidaknya sekitar 1,2 juta barel per hari, dari total permintaan saat ini dikisaran 95 juta barel per hari. Tentu saja kondisi ini akan membuat harga minyak mentah makin merana.

Untuk mengamankan aksi beli, sebaiknya memang menunggu berbaliknya harga minyak dan menembus garis tren penurunan saat ini. Selanjutnya harga minyak akan mencoba menguji kekuatan tahanan harga atas, batas resistensi terdekatnya untuk memastikan kekuatan arus balik harga ini. Sinyal beli akan terlihat lebih bagus jika batas tahanan atas ini tertembus, setidaknya diatas harga $50 per barel kembali. Dengan demikian potensi kerugian bisa diminimalisir.

Menunggu arus balik yang kuat dari harga minyak, peluang mendapatkan keuntungan ditengah naik-turunnya harga saat ini juga terbuka. Setidaknya dalam masa yang pendek, baik harga minyak mentah masih akan menurun kembali atau hanya menguat sesaat, tetap memberikan peluang keuntungan. Butuh kecepatan aksi dan kehatia-hatian yang ekstra dalam mengatur margin atau modal transaksi.

Isu-isu dan pemberitaan terkait minyak mentah, masih menjadi sentimen fundamental yang baik dan harus terus diperhatikan, khususnya kalangan yang melakukan transaksi komoditi minyak ini. Menyerahkan sepenuhnya pada analisa grafik harga dapat membiaskan arah pergerakan harga selanjutnya. Diatas semua itu, satu hal yang layak menjadi pegangan, jika OPEC tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri kebijakan membanjiri pasar dengan suplai yang berlimpah dan menutup atau mengurangi produksi minyaknya, maka tren harga minyak mentah secepatnya akan berbalik arah. Kedepannya, waspadai pernyataan-pernyataan yang berpotensi mengubah tren ini. (Lukman Hqeem)


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*