Uwak Sam pompa pasokan minyak

JAKARTA. Tren penurunan harga minyak mentah belum berakhir. Pelaku pasar mulai mencemaskan lonjakan suplai  minyak di pasar, gara-gara Amerika Serikat (AS)  berniat menaikkan produksi mentah.

Mengutip Bloomberg, Senin (27/7) pukul 17.00 WIB, minyak west texas intermediate (WTI) pengiriman September 2015 di New York Merchantile Exchange turun 0,70% menjadi US$ 47,81 per barel. Sepanjang tahun ini, harga komoditas energi ini sudah terkoreksi sebesar 16,85%.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal menyebutkan, pasar minyak global kian digelayuti sentimen negatif. Sebab, berdasarkan laporan riset Baker Hughes, pebisnis minyak Amerika Serikat menambah operasional 21 unit rig dalam tiga pekan terakhir.

Kini, jumlah rig yang beroperasi di Negeri Paman Sam menjadi 659 unit. “Laporan tersebut mengindikasikan bahwa produksi minyak AS akan bertambah,” paparnya, Senin (27/7).

Data terakhir Departemen Energi memperlihatkan, cadangan minyak di AS naik sebanyak 2,5 juta barel per pekan lalu. Penambahan stok tersebut menyebabkan cadangan minyak Negeri Paman Sam melebihi rata-rata jumlah stok lima tahun terakhir.

Belum lagi, Irak, salah satu anggota asosiasi negara pengekspor minyak (OPEC) kini memproduksi hingga 3 juta barel per hari. Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy melihat, itu merupakan rekor tertinggi produksi minyak Irak.

Iran juga akan menggenjot ekspor hingga 1 juta barel se hari pasca pencabutan larangan ekspor ke negara maju. “Isu membanjirnya suplai paling mudah menjatuhkan harga minyak,” kata Nizar.

Persoalannya, saat produksi melimpah, sisi permintaan belum berubah. Ekonomi China, salah satu pengguna minyak terbesar dunia, masih melambat. Krisis juga membayangi perekonomian Eropa. “Intinya, sekarang ini sedang terjadi high supply dan low demand,” tukas Faisyal.

Makin tertekan

Di sisi lain, World Bank menaikkan proyeksi rata-rata harga minyak hingga akhir tahun ini menjadi US$ 57 per barel. Padahal April lalu, proyeksinya hanya di level US$ 53 per barel. Revisi tersebut menyusul pemulihan harga minyak pada kuartal II-2015, yaitu berhasil naik 17%.

Namun, kata Nizar, kenaikan harga di kuartal kedua lebih disebabkan peningkatan permintaan dari AS. Maklum, musim panas mendorong masyarakat banyak beraktivitas di luar rumah. Tapi, selama masalah suplai berlebih belum berubah, harga minyak mentah masih akan terpuruk.

Bahkan, tekanan di penghujung tahun semakin kencang, sebab AS berpeluang mengerek suku bunga. Jika itu terjadi, dollar lebih perkasa, sehingga harga komoditas keok. Itu sebabnya, ia menduga, harga minyak akan di kisaran US$ 40-US$ 50 per barel pada tutup tahun ini.

Sepekan ini, prediksi Nizar, harga minyak akan cenderung stagnan. Sebab, dollar AS relatif mendatar, karena pasar menanti kepastian kenaikan suku bunga melalui FOMC Statement, Rabu (29/7). Proyeksinya,  WTI bergerak antara US$ 46-US$ 50 sebarel.

Faisal menebak, minyak turun ke kisaran US$ 45-US$ 50 hingga akhir pekan. “Hari ini, harganya bisa ke US$ 47-US$ 49 per barel,” katanya.

Editor: Yudho Winarto


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*