Transaksi Haji 2016 Gunakan Rupiah dan Riyal

JAKARTA – Transaksi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2016 akan menggunakan mata uang rupiah dan riyal, tak lagi memasukkan perhitungan dengan dolar AS. Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR telah bersepakat mengenai kebijakan ini. 

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dalam praktiknya nanti, mata uang rupiah dipakai dalam transaksi penyelenggaraan haji di dalam negeri. Sedangkan, selama di Arab Saudi akan digunakan mata uang riyal. 

”Transaksi dengan rupiah memang ketentuan Kementerian Agama yang juga disetujui DPR,” ujar Lukman, di Jakarta, Selasa (23/2). Ia menjelaskan, keputusan menggunakan rupiah dan riyal karena selama ini terjadi persoalan dalam laporan keuangan haji, terutama terkait konversi mata uang dari rupiah ke dolar AS dan sebaliknya. 

Ditambah lagi, jelas Lukman, selama ini rupiah mengalami fluktuasi yang cukup tinggi terhadap dolar AS. Kini, Kemenag sedang membahas regulasi penggunaan rupiah dan riyal. 

Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Ditjen Penyelenggaran Haji dan Umrah Kemenag  Muhajirin Yanis mengatakan, saat ini regulasi penggunaan transaksi haji tahun 2016 sedang dibahas, termasuk haji khusus. ”Untuk haji khusus saat ini sedang disimulasikan,” ujar dia.

Aturannya, menurut Muhajirin, BPIH haji khusus selalu ditetapkan 4.000 dolar AS. Namun, ke depannya akan dianalisis jika memang harus menggunakan rupiah. 

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menyatakan, komponen penerbangan dan seluruh transaksi dalam negeri hanya akan menggunakan mata uang rupiah. Semua transaksi biaya operasional di Tanah Suci, dengan riyal. 

Kebijakan penggunaan mata uang rupiah dalam komponen penerbangan dan transaksi di dalam negeri, jelas Saleh, merujuk pada Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Karena itu, Saleh meminta Kemenag mencantumkan syarat penggunaan mata uang rupiah dalam lelang maskapai penerbangan haji. ”Selama ini, Garuda dan Saudi Airlines selalu dibayar dengan mengunakan dolar AS,” katanya. 

Kementerian Agama kerap mengalami kesulitan dalam menangani penerbangan haji karena fluktuasi harga dolar AS. Menurut Saleh, kebijakan baru ini bertujuan melindungi rupiah. Ia tak ingin ada pembekakan biaya haji karena perubahan kurs mata uang lain. 

Saleh meminta pemerintah dan Garuda Indonesia menurunkan tiket pesawat paling sedikit 20 persen menjadi 1.800 dolar AS. ”Kami mendapatkan masukan dari pakar penerbangan, saat ini tren harga minyak dunia mengalami penurunan, termasuk harga avtur,” ujar dia.

Menurut dia, dengan anjloknya harga minyak dunia, rasional kalau harga tiket pesawat jamaah juga turun. Tahun lalu, harga avtur sebesar 70 dolar AS per barel. Tahun ini, harga avtur merosot tajam, yaitu 30 dolar AS setiap barelnya. 

Ia menambahkan, selain komponen penerbangan yang akan menggunakan mata uang rupiah, semua transaksi di Arab Saudi juga tidak lagi menggunakan mata uang dolar. Apa pun jenis kebutuhannya harus dibayar menggunakan riyal.

Demi menjamin kelancaran kebijakan ini, Saleh meminta Kementerian Agama segera menyediakan mata uang riyal setelah BPIH 2016 ditetapkan. Saat ini, Panja BPIH Komisi VIII dan Kementerian Agama sedang membahas perincian BPIH 2016. 

Wakil Komisi VIII Sodiq Mudjahid mengatakan, BPIH 2016 nantinya juga tidak berdasarkan dolar AS, kecuali transaksi di Arab Saudi yang masih dengan kurs riyal dan penerbangan yang masih menggunakan International Air Transport Associaton (IATA) rate.

“Khusus di Arab Saudi nanti mereka menghitung berdasarkan riyal, tetapi kita akan bayar menggunakan rupiah. Sedangkan, tiket penerbangan saat ini maskapai masih menggunakan IATA rate,” kata Sodiq menegaskan. 

Pertanyakan rupiah 

Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji Baluki Ahmad mengatakan, boleh-boleh saja menggunakan rupiah dalam transaksi haji. Namun, menurut dia, perlu dilihat sejauh mana rupiah memiliki kekuatan tetap. 

“Memang membeli tiket penerbangan saat ini bisa menggunakan rupiah, tetapi biasanya mereka tetap berdasarkan kurs dolar AS di setiap komponen biaya penerbangan,” ujar dia kepada Republika, Selasa (23/2).

Khusus Garuda Indonesia, mereka memiliki hedging tersendiri, yaitu satu dolar sama dengan Rp 14 ribu. “Rupiah sendiri kondisinya tidak tetap. Selama ini, nilai tukar rupiah selalu fluktuatif karena mendasarkan pada kurs dolar AS,” jelas dia.

Namun, penggunaan rupiah bisa dilakukan dengan proses hedging (lindung nilai) terhadap dolar. Dalam konteks ini, jelas Baluki, Kemenag harus menetapkan lindung nilai rupiah terhadap dolar AS dan riyal Arab Saudi. 

Meski demikian, menurut Baluki, berdasarkan pengalaman, riyal sendiri juga biasanya dihitung berdasarkan kurs dolar AS, baru kemudian dirupiahkan. ”Jadi, ini tidak bisa otomatis,” katanya. 

Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin mengatakan, apa pun mata uang yang digunakan tidak boleh merugikan jamaah haji. Idealnya, penggunaan mata uang memang harus dibedakan dalam setiap transaksi.

Saat di dalam negeri, kata Ade, tentu lebih baik menggunakan rupiah dan di Arab Saudi menggunakan mata uang riyal untuk memudahkan transaksi. Namun, menurut dia, perubahan pemakaian mata uang ini tak terlalu berpengaruh terhadap BPIH 2016. 

Berbeda kalau terjadi penurunan harga tiket pesawat yang masuk dalam komponen BPIH. Ade menuturkan, dengan menurunnya harga minyak dunia, khususnya avtur, seharusnya harga  tiket bisa turun hingga 60 persen. 

Ia berharap Komisi VIII mau memperjuangkan penurunan harga tiket pesawat haji. ”Seperti tahun lalu, saat minyak mengalami kenaikan, Garuda menginginkan kenaikan harga tiket dengan alasan 60 persen pembentuk harga tiket adalah avtur,” katanya, kemarin. rep: Ratna Ajeng Tedjomukti, ed: Ferry Kisihandi 


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*