Rupiah Melemah, Maskapai Belum Berani Naikkan Tarif

Seorang karyawan money changer menghitung uang kertas Rupiah, di Jakarta, 15 Desember 2014. Adek Berry/AFP/Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta – Asosiasi Maskapai Nasional (INACA) menyatakan industri penerbangan tak berani menerapkan tarif batas atas kendati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah. Saat ini industri penerbangan masih musim sepi penumpang (low season).

“Tidak mungkin. Karena yang membentuk harga tiket pesawat itu bukan ongkos produksi, tapi demand dan supply,” kata Ketua Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto saat dihubungi, Kamis, 5 Maret 2015.

Menurut Bayu, low season industri penerbangan masih akan berlanjut sampai akhir bulan ini. Saat ini, kata Bayu, industri maskapai hanya bisa melakukan efisiensi kerja di tengah melemahnya rupiah sampai tembus Rp 13 ribu.

“Efisiensi itu banyak, misalnya efisiensi tenaga kerja. Yang dulunya dikerjakan oleh tiga orang sekarang cukup satu orang saja. Kegiatan juga dikurangi,” kata Bayu.

Bayu mengakui turunnya harga avtur menyusul penurunan harga minyak mentah dunia cukup membantu industri penerbangan. Namun, penurunan itu tak terasa karena rupiah juga melemah. “Harga avtur turunnya jadi sedikit,” kata Bayu.

Akibat pelemahan rupiah ini, kata Bayu, ongkos produksi maskapai melonjak 7 persen dibanding waktu normal karena pelemahan rupiah terhadap dolar mencapai 10 persen. Adapun ongkos produksi maskapai yang terpengaruh langsung dari dolar mencapai 70 persen.

Pada kurs transaksi di Bank Indonesia kemarin, 4 Maret 2015, kurs jual dolar Amerika Serikat mencapai Rp 13.028. Pada hari ini, kurs jual dolar sudah menyentuh angka Rp 13.087. Sementara di pasar, kurs tengah pada hari ini mencapai Rp 13.015. Adapun tarif batas atas dan batas bawah pesawat yang berlaku saat mengacu pada asumsi kurs Rp 13 ribu.

KHAIRUL ANAM


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*