Rupiah Longsor Berlebihan Respons Bunga Acuan Fed

INILAHCOM, Jakarta–Analis menilai pelemahan rupiah berlebihan sebagai respons pasar atas rencana kenaikan suku bunga acuan the Fed. Meskipun, data-data di dalam negeri juga kurang positif.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir ditransaksikan melemah 262 poin (1,96%) ke posisi 13.573 pada pekan yang berakhir Jumat (20/5/2016) dibandingkan akhir pekan sebelumnya di angka 13.311 per Jumat (20/5/2016).

“Laju rupiah masih kembali melemah sepanjang pekan lalu,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (22/5/2016).

Angka neraca pembayaran Indonesia cenderung kembali mengalami defisit dan ditanggapi negatif oleh pelaku pasar. “Kali ini, pelaku pasar kembali disuguhkan berita negatif di mana angka total ekspor-impor mengalami pelemahan,” ujarnya.

Sekalipun secara perhitungan net mengalami surplus sebesar US$670 juta, dari sisi ekspor dan impor secara satuan cenderung turun. “Adanya penurunan ini dipersepsikan masih cenderung melambatnya ekonomi Indonesia,” tandas dia.

Apalagi sebelumnya juga dikonfirmasi dengan adanya pelemahan Produk Domestik Bruto (PDB)  sehingga makin menambah sentimen kurang baik pada rupiah. “Dari sisi eksternal, meski laju harga minyak masih mengalami kenaikan sehingga dapat mengimbangi laju dolar AS, tidak cukup membuat laju dolar tertahan,” tuturnya.

Sebab, kata dia, Yen dan Yuan melemah seiring rencana pelonggaran moneter ekonomi Jepang dan masih adanya kekhawatiran daya dukung ekonomi Tiongkok.

Pada hari berikutnya, lonjakan harga minyak yang terjadi memberikan sentimen positif bagi rupiah di mana pergerakan tersebut mampu mengimbangi laju dolar AS. “Meskipun, pergerakan rupiah juga dibatasi oleh laju Yen yang cenderung melemah seiring dengan rencana Bank of Japan (BoJ) yang akan memberikan pelonggaran moneter tapi tampaknya rupiah lebih memilih untuk menguat,” papar dia.

Di sisi lain, rilis dari dalam negeri berupa angka utang luar negeri Indonesia ditanggapi dingin karena masih dianggap stabil meski terdapat kenaikan jumlah. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I 2016 tercatat sebesar US$316 miliar atau tumbuh 5,7% secara tahunan. Angka tersebut relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ULN pada akhir triwulan IV 2015.

Jelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia  BI dan rilis notulen the Federal Open Market Committee (FOMC) meeting, laju rupiah yang sebelumnya diharapkan dapat melanjutkan penguatan, pada kenyataannya kembali berbalik melemah.

Di sisi lain, pergerakan laju dolar AS juga kembali menguat dengan adanya persepsi akan adanya rencana kembali menaikan suku bunga Fed rate dalam waktu dekat ini. “Perkiraan akan tetapnya BI rate yang dianggap sesuai dengan perkembangan makroekonomi awalnya memberikan kesempatan bagi laju rupiah untuk menuju teritori positif,” ucapnya.

Akan tetapi, Reza menggarisbawahi, peluang penguatan mata uang domestik itu terhalangi oleh penguatan dolar AS jelang FOMC meeting tersebut. “Rupiah kembali melemah dipengaruhi oleh respons pelaku pasar terhadap rilis notulensi rapat the Fed yang menyebabkan dolar AS menguat,” ungkap Reza.

Tampaknya, kata dia, pelaku pasar terlalu berlebihan dalam menanggapi rencana kenaikan tersebut. Sebab, menrut Reza, kenaikan Fed Raate baru berupa wacana. Akibatnya, laju rupiah masih cenderung berada di bawah target area support 13.395.

Arah berikutnya, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah berpeluang melaju dalam kisaran support dan resisten  13.675-13.600. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*