Rupiah Ditutup Melemah di Posisi Rp  13.549/USD.

shadow

BenzanoPergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sore hari ini masih bertahan di atas level Rp 13.500/USD. Pelemahan ini di tengah perkasanya yen terhadap USD.  Berdasarkan data Bloomberg menunjukkan, rupiah berada pada level Rp 13.508/USD. Posisi itu masih melemah dari penutupan sebelumnya di level Rp 13.502/USD. Sementara, berdasarkan data Sindonews bersumber dari Limas berada pada level Rp 13.510/USD. Posisi itu jauh lebih buruk dari posisi kemarin di level Rp 13.460/USD.

Sementara, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI pada level Rp 13.549/USD. Posisi ini melemah dari posisi kemarin yang meninggalkan level Rp 13.500/USd yakni di posisi Rp 13.479/USD.  Seperti dikutip dari Reuters hari ini, yen kembali perkasa baik terhadap euro maupun USD. Di mana yen berada di level 113,13 per USD atau menjauh dari posisi rendah pekan ini yang sempat berada di posisi 114,875 per USD.

Selain itu,  euro terhadap yen jatuh ke posisi 125,34 atau terendah sejak Juni 2013 yang berada di level 125,83. Euro terhadap USD diperdagangkan pada level 1,1124 setelah merosot ke level terendah dalam dua pekan di posisi 1,1071.  Pada bulan Maret 2016 nanti, Diperkirakan Bank Indonesia akan kembali menurunkan tingkat suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,75%.  Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 dan 18 Februari 2016 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7%, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 5% danLending Facility menjadi sebesar 7,5%.

Sebagai informasi, BI juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,5% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. BI mengklaim keputusan tersebut sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dengan semakin terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya penurunan tekanan inflasi di 2016, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global.

Kebijakan penurunan BI Rate dan GWM Primer dalam Rupiah tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.  Inflasi domestik yang rendah dan perkiraan kenaikan Fed Fund Rate yang kemungkinan belum akan terjadi dalam waktu dekat, juga menjadi peluang BI untuk menurunkan suku bunga pada bulan depan.

Sepanjang bulan Februari 2016, Bank Indonesia (BI) terjadi deflasi sampai dengan 0,14%. Proyeksi ini mengacu pada kondisi pangan yang cukup terkendali dalam dua minggu terakhir.  Sedangkan sampai dengan akhir tahun diperkirakan masih akan terkendali, yakni inflasi sebesar 4±1%. Pengaruh utamanya datang dari rendahnya harga minyak dunia.   Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, pada tahun 2016 dengan adanya harga minyak turun itu membuat inflasi terkendali. Seperti diketahui, pada 2015 inflasi mampu dijaga pada level 3,35%. Lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 8%.  Dengan pengendalian inflasi, tentunya dapat berpengaruh terhadap kebijakan moneter. Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi diproyeksi bisa mencapai rentang 5,2%-5,6%. Dengan komponen pendorong terbesar datang dari belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. [Sugeng R]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*