Referendum Ukraina, Harga Minyak Asia Naik

TEMPO.CO, Singapura – Hari ini harga minyak pada perdagangan Asia tercatat merangkak naik. Harga tersebut melonjak setelah sejumlah massa pro-Rusia di Ukraina Timur mengklaim sebagian besar rakyatnya memilih merdeka dalam referendum. “Meningkatnya ketegangan geopolitik di dalam dan sekitar Ukraina dapat membuat pasokan minyak terganggu,” ujar analis pasar CMC Market Singapura, Desmond Chua, Senin, 12 Mei 2014.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran perang saudara dan diprediksi dapat mengganggu pasokan minyak. Perusahaan kontrak utama New York, Amerika, West Texas Intermediate (WTI), menaikkan harga minyak 9 sen menjadi US$ 100,08 untuk pengiriman pada pertengahan Juni. Adapun minyak mentah olahan Brent North Sea naik 32 sen menjadi US$ 108,21 per barel untuk pendistribusian pada Juni mendatang.

Pemberontak di Provinsi Donetsk, Ukraina, pada Ahad kemarin mengklaim 89 persen pemilih memberikan suara untuk mendukung pemerintahan sendiri. Provinsi lain pun memiliki hasil referendum serupa. Pemerintahan Ukraina Barat khawatir suara yang disengketakan bisa mempercepat break up dari mantan Republik Soviet dan menyebabkan perang saudara di tepi timur Eropa. Perang saudara itu dapat mengganggu stok minyak dan membuat harganya semakin meroket. (Baca: Minyak Dunia Dorong Bursa Regional Variatif)

Perusahaan pertambangan Singapura, Phillip Futures, menyebutkan investor akan khawatir atas pengumuman yang ditetapkan pemerintah Rusia pekan lalu. Pengumuman itu menyebutkan Ukraina harus membayar di muka duit gas alam pada pengiriman yang akan datang karena memiliki utang miliaran dolar. Peraturan itu dapat membahayakan pasokan ke sebagian besar negara Uni Eropa. Mereka beralasan hampir 15 persen dari semua gas Rusia dikonsumsi oleh blok beranggotakan 28 negara yang bertransit di Rusia itu. (Baca: Terminal Libya Dibuka, Harga Minyak Dunia Turun)

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat, yang mendukung pemerintah Ukraina Barat, menuduh Rusia mengobarkan kerusuhan di negara timur setelah jatuhnya mantan Presiden Pro-Rusia Viktor Yanukovych pada Februari lalu. Menurut perkembangan, Moskow dengan tegas membantah tuduhan tersebut.

PERSIANA GALIH | ANTARA

Berita Lainnya:
Kenapa Pekan Ini Penting bagi IHSG?
Ragam Ramuan dalam Acara Seribu Pemijat di Bali
Acara Seribu Pemijat di Bali Dongkrak Pariwisata
Bunga KPR Tinggi, Konsumen Tunda Beli Rumah
Kasus Suap Bakal Koreksi Saham Sentul City

 


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*