Hal ini juga berdampak positif terhadap harga emas dalam negeri seperti Logam Mulia milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Pada perdagangan Selasa (9/2/2016), emas Antam dibuka ‘lompat’ Rp 12.000/gram menjadi Rp 564.000/gram, dibandingkan posisi kemarin di Rp 552.000/gram
“Emas tahun ini masih fluktuatif, kalau dilihat dari pergerakan akhir pekan, emas naik ke US$ 1.174 per ounce karena data payroll dan unemployment rate,” ujar Analis Komoditas PT Millenium Penata Futures Suluh Adil Wicaksono kepada detikFinance, Selasa (9/2/2016).
Meski demikian, perlu diwaspadai pergerakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve (the Fed). Jika suku bunga the Fed jadi dinaikkan, bahkan hingga mencapai 3-4 kali, maka harga emas bisa terkoreksi.
Para investor tentu akan memilih instrumen investasi yang lebih aman dan memiliki tingkat imbal hasil yang lebih tinggi. Dolar AS merupakan salah satu instrumen safe haven selain emas.
Suluh menyebutkan, jika the Fed menaikkan tingkat suku bunganya tahun ini, harga emas dunia diperkirakan akan terkoreksi hingga US$ 1.100 per ounce.
“Tapi kalau menurut saya the Fed masih akan menaikkan suku bunga sepanjang 2016 dimulai Maret sampai September, jika naik kembali rate Fed, maka emas bisa koreksi kembali ke US$ 1.100 per ounce,” kata dia.
Kendati demikian, Suluh mengatakan, emas merupakan salah satu instrumen investasi yang dinilai aman dibanding investasi jenis lain yang cenderung volatile seperti saham. Emas dijadikan salah satu tempat untuk mengamankan aset saat kondisi ekonomi tidak stabil.
“Sekarang saham juga belum menunjukkan tren naik, sepanjang 2015 koreksi 10%, 2016 ada potensi rebound tapi semua menunggu kuartal I,” katanya.
(drk/ang)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind