Penguatan harga minyak hanya sesaat

JAKARTA. China terus berusaha menyelamatkan bursa saham. Aksi Pemerintah China ini ternyata menuai respons positif bagi pergerakan harga minyak. Tapi, analis memproyeksi, kenaikan harga minyak hanya sementara.

Mengutip Bloomberg, Kamis (9/7) pukul 14.06 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2015 di bursa New York Merchantile Exchange naik 2,52% ke US$ 52,69 per barel. Harga minyak sempat terjun 13% dalam lima hari pada Rabu (8/7), penurunan terbesar sejak Agustus 2011. Sepekan, harga minyak telah ambruk 7,44%.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menjelaskan, kenaikan harga minyak ditopang sentimen positif dari China sebagai konsumen minyak terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).

Pemerintah Tiongkok berusaha mengembalikan kepercayaan para investor. Mereka melarang para pemegang saham yang memiliki lebih dari 5% menjual saham mereka dalam enam bulan mendatang. Akibatnya, Shanghai Composite Index naik 5,8%.

Sementara secara fundamental harga minyak masih negatif. Ini karena, krisis Yunani belum mencapai titik terang. Para kreditur memberikan kesempatan bagi Yunani mengajukan proposal baru hingga Minggu (12/7).

Fundamental negatif

Alhasil, melemahnya mata uang euro berimbas pada penguatan dollar AS. Sehingga harga minyak kian mahal dan permintaan kian menyusut. Selain itu, negara pengekspor minyak (OPEC) yang menghasilkan 40% minyak dunia belum membatasi produksi harian. OPEC terus memompa minyak hingga 32,1 juta barel per hari di Juni. Akibatnya ada peningkatan produksi minyak 744.000 barel per hari dari sebelumnya.

Nizar Hilmy, Analis PT SoeGee Futures, menambahkan, AS juga menambah jumlah rig pengeboran aktif 12 unit menjadi 640 unit. Alhasil, Energy Information Administration (EIA) menyebut persediaan minyak AS akhir pekan lalu melonjak 465,8 juta barel. Ancaman melubernya stok minyak datang dari Iran.

Di Vienna, negosiasi nuklir antara Iran dan negara Barat mencapai kesepakatan. “Mereka berencana menambah ekspor minyak 50%. Berarti mereka butuh memproduksi minyak tambahan 500.000 barel per hari,” jelas Nizar.

Selain itu, ancaman kenaikan suku bunga acuan The Fed juga mengintai. Jika The Fed mengerek bunga September dan Desember 2015, harga minyak akan terus tergerus. Nizar menilai, hingga akhir 2015, harga minyak sulit menyentuh US$ 58-US$ 60. Sebab, permintaan masih melempem karena perekonomian dunia yang lesu.

Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China dari 7% menjadi 6,8%. Begitu pula Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang memperbaiki proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari posisi 3,1% menjadi 2%.

Secara teknikal, Deddy mengatakan, harga minyak masih bearish. Harga di bawah moving average (MA) 50 dan 100. Stochastic juga turun di level 15. Begitu pula dengan moving average convergence divergence (MACD) minus 1,55 serta relative strength index (RSI) turun ke area 30. Deddy memprediksi, Jumat (9/7) harga minyak turun di US$ 52,90-US$ 51,40. Dan sepekan, di US$ 53,70-US$ 50.

Kalau Nizar memprediksi, Jumat (9/7) harga minyak di US$ 51-US$ 54 dan sepekan di US$ 50-US$ 55.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*