Pelemahan Tajam Rupiah Jadi Pertanyaan Pasar

INILAHCOM, Jakarta- Nilai tukar rupiah yang melemah tajam sepekan terakhir jadi pertanyaan pasar. Sebab, pelemahan mata uang regional lebih terukur. Padahal, semua mata uang sama-sama merespons sentimen the Fed.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dilansir Bank Indonesia (BI) dalam sepekan terakhir, nila tukar rupiah melemah 157 poin (1,097%) ke angka 14.463 pada pekan yang berakhir Jumat, 18 September 2015 dibandingkan akhir pekan sebelumnya di posisi 14.306 per Jumat, 11 September.

“Laju rupiah masih lebih menyukai berada di zona merah,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (20/9/2015)

Meski tercatat di pasar valas global, laju dolar AS cenderung menurun namunmasih dapat lebih terbatas. “Adanya penilaian akan cenderung melemahnya laju harga minyak mentah global menjadi pukulan telak bagi pergerakan harga komoditas global yang cenderung mengalami pelemahan,” ujarnya.

Akibatnya, lanjut dia, laju dolar AS pun dapat kembali bertahan tidak melemah lebih dalam. Imbasnya tentu pada laju rupiah yang kembali mengalami pelemahan. “Siklus pelemahan jelang rapat bank sentral pun kembali terjadi dimana pasca menguat, laju rupiah kembali turun,” papar dia.

Laju rupiah tampaknya masih nyaman berada di zona merah seiring belum adanya sentimen positif yang dapat meyakinkan pelaku pasar akan perbaikan mata uang rupiah. “Kian dekatnya rilis Rapat Dewan Gubernur (RDG)BI dan the Federal Open Market Committee (FOMC)meeting membuat volatilitas dolar AS kian meningkat dan bergerak naik. “Imbasnya tentu ke nilai tukar Rupiah yang kian terlihat melemah,” tuturnya.

Apalagi dari dalam negeri, lanjut dia, telah dirilis data neraca perdagangan namun, tampakya tidak terlalu mendapat responspositif pelaku pasar. “Tak ketinggalan, berita terkait pertumbuhan kredit di China, Brasil, dan Turki yang mengkhawatirkan dan laporan dari Bank for International Settlement bahwa perbankan negara berkembang lebih rentan terhadap krisis memberikan tekanan pada sejumlah laju mata uang Asia, termasuk rupiah,” ungkap dia.

Penguatan bursa saham global yang dibarengi dengan membaiknya laju mata uang Asia tampaknya belum cukup kuat untuk mengajak rupiah untuk duduk bareng di zona hijau. Terlihat dari pantauan data BI, laju rupiah kian terperosok di zona merah.

Akan menjadi pertanyaan besar di pelaku pasar ketika melihat laju rupiah yang kian melemah sementara mata uang lainnya tidak terlalu melemah dalam. “Padahal sentimennya kurang lebih sama dimana pelaku pasar saat itu masih menunggu dan memperhatikan rilis RDG-BI dan FOMC meeting,” timpal dia.

Di sisi lain, mulai meningkatnya harga minyak seharusnya membuat penguatan laju dolar AS kian tertahan namun, itupun juga tidak membuat rupiah menguat.Jelang pengumuman Rapat The Fed tidak sepenuhnya membuat laju dolar AS terlalu menguat karena mampu diimbangi oleh terapresiasinya laju EUR-USD dan GBP-US$.

Akan tetapi, kondisi itu tidak sepenuhnya mampu membuat laju rupiah mampu bertahan di zona hijau sepanjang sesi perdagangan. “Meski sempat menguat namun, kembali berbalik melemah di akhir sesi,” tuturnya.

Belum adanya sentimen positif dari dalam negeri yang dapat dijadikan pegangan membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual.

Laju rupiah terus bergerak ke bawah dan di bawah target support14.395. Rupiah berpeluang melaju dalam kisaran support-resisten 14.550-14.385mengacu pada kurs tengah BI. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*