Pasar Tak Percaya Sikap Tenang Pemerintah

INILAHCOM, Jakarta Dalam sepekan terakhir, IHSG lesu darah dengan melemah 1,6%. Salah satunya dipicu oleh ketidakpercayaan pasar atas sikap tenang pemerintah soal rontoknya nilai tukar rupiah ke atas 13.000 per dolar AS.

Pada perdagangan sepekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 88,32 poin (1,6%) ke posisi 5.514,79 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat, 13 Maret 2015 dibandingkan akhir pekan sebelumnya di angka 5.426,47 per Jumat, 6 Maret.

“Tersengat sentimen negatif, laju IHSG berbalik terkapar selama sepekan,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (15/3/2014).

Laju IHSG mulai berbalik melemah setelah menyentuh level tertingginya atau all time high (ATH). Pelaku pasar pun memanfaatkan kondisi tersebut untuk profit taking. “Aksi profit taking ini juga berbarengan dengan variatif cenderung melemahnya laju bursa saham Asia, kecuali Tiongkok,” ujarnya.

Imbas melemahnya laju bursa saham AS terjadi setelah rilis naiknya defisit neraca perdagangan dan turunnya manufacturing payrolls AS. Ini dibarengi munculnya spekulasi The Fed akan sesegera mungkin menaikan Fed rate lebih cepat dari perkiraan. “Spekulasi dipicu oleh dirilisnya kenaikan government payrolls dan non-farm payrolls hingga turunnya unemployment rate,” tuturnya.

Begitu juga dengan berbalik turunnya laju rupiah yang jadi tekanan negatif bagi IHSG. “Dengan kembali maraknya sentimen negatif membuat laju IHSG lebih banyak menghabiskan waktu di zona merah,” tuturnya.

Laju IHSG sempat kembali berada di zona hijau seiring kembalinya aksi beli memanfaatkan pelemahan mayoritas harga saham sebelumnya dan kemungkinan juga merespons pembalikan arah bursa saham AS yang berakhir hijau setelah adanya pemberitaan kesepakatan merjer akuisisi dari beberapa emiten dan rilis turunnya labor market conditions index yang turut mendukung positifnya laju bursa saham AS.

“Pola ini sempat terjadi pada akhir Januari lalu di mana laju IHSG mengalami pelemahan hingga menyentuh level terendahnya di 5.208 dan di hari berikutnya bergerak naik hingga mampu ditutup di level 5.277,” papar dia.

Begitupun saat pertengahan Februari lalu di mana indeks sempat melemah ke 5.320 dan di hari berikutnya mampu ditutup naik di 5.337. “Meski IHSG mampu menguat, laju tersebut diiringi dengan masih berlanjutnya pelemahan laju dolar AS dan kembalinya asing mencatatkan aksi jual,” ucapnya.

Cenderung melemahnya laju bursa saham Tiongkok setelah merespons pelemahan rilis data-data makroekonominya memberikan sentimen negatif bagi pergerakan bursa saham regional, tak terkecuali IHSG. “Apalagi juga diiringi dengan masih berlanjutnya pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS meskipun menunjukkan penguatan terhadap Yen, Euro, dan Poundsterling,” kata dia.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dianggap telah mengkhawatirkan karena hampir sebagian besar transaksi di internal Indonesia masih menggunakan dolar AS. Akibatnya, ketika laju dolar AS mengalami kenaikan dapat mengganggu kinerja. “Terutama kinerja pada perusahaan yang banyak mengandalkan bahan baku impor berbiaya dolar AS,” ungkap dia.

Hampir mayoritas sektor bergerak turun. Bahkan sektor komoditas yang dianggap menikmati keuntungan dengan pelemahan nilai tukar rupiah pun tidak luput dari sasaran aksi jual. “Di tengah kekhawatiran kami akan makin melemahnya laju IHSG, lajunya mampu melampaui estimasi kami berbalik menghijau meski tipis seiring pelaku pasar memanfaatkan tren pelemahan yang terjadi sebelumnya,” papar Reza.

Akan tetapi, masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah yang dianggap telah mengkhawatirkan dan sikap ketidakpercayaan pelaku pasar terhadap sikap tenang yang ditunjukkan pemerintah dan jajarannya terhadap pelemahan nilai tukar rupiah, hingga masih jualannya investor asing membuat laju IHSG berbalik melemah. “Indeks pun tidak mampu bangkit di akhir pekan,” imbuhnya. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*