Otomotif Netral, Pilihannya hanya Saham ASII

INILAHCOM, Jakarta Seiring fokus program pemerintah pada transportasi masal, analis memberikan outlook netral untuk saham-saham otomotif. Pilihannya hanya satu, yaitu saham PT Astra International (ASII). Berapa target harganya?

Pada perdagangan Rabu (23/12/2015), saham PT Astra International (ASII) ditutup melemah Rp75 (1,2%) ke posisi Rp6.000 per saham.

Tonny W Setiadi, analis dari Indosurya Asset Management merekomendasikan netral saham-saham otomotif secara umum. “Kalaupun mau beli, pilihannya hanya satu saham yaitu PT Astra International (ASII). Itupun dengan target harga yang tidak terlalu menjanjikan,” katanya kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (27/12/2015).

Industri otomotif, lanjut dia, untuk kembali ke masa jaya-jayanya tiga tahun lalu, agak susah. “Sebab, karakter masyarakat sekarang lebih rasional. Artinya, pengeluaran untuk membeli kendaraan baru menjadi lebih hati-hati,” ujarnya.

Selain itu, peraturan pemerintah yang baru juga jadi tekanan negatif bagi industri otomotif. Sebab, pemerintah lebih fokus pada infrastruktur angkutan masal. “Karena itu, masyarakat lebih memilih untuk menggunakan angkutan umum dibandingkan kendaraan pribadi,” tuturnya.

Sementara itu, yang berhubungan dengan suku bunga, belum akan langsung berpengaruh ke peningkatan kredit kendaraan nantinya. The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke 0,50%. “Sisi positifnya, ini memberikan kepastian ke pasar,” ucap dia.

Pada 2016, perhatian the Fed adalah menaikkan kembali tingkat suku bunga acuannya itu secara gradual. Pengaruh Fed rate ke BI rate, trennya BI rate tetap tapi ke depannya bakal turun.

BI rate digunakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi yang berkorelasi dengan kondisi perekonomian internasional. BI fokus pada bagaimana ekonomi domestik tidak terpengaruh oleh perekonomian global dengan tetap mempertahankan BI rate di level 7,5%.

Di lain sisi, pemerintah menuntut BI, agar BI rate turun. Apalagi, selisih antara BI rate (7,5%) dengan the Fed fund rate (0,50%) cukup besar. “Saya melihat, BI terlalu lebar menjaga selisih tersebut,” ungkap dia.

Bahkan, jika dibandingkan dengan suku bunga di regional Asia, BI rate masih cukup tinggi. “Jadi, jika konsentrasi BI adalah memacu pertumbuhan ekonomi domestik, salah satu caranya dengan menurunkan BI rate itu,” papar Tonny.

Karena itu, dia melihat, tren ke depannya, BI rate akan turun. Paling telat, BI rate turun di kuartal II-2016 jika indikator ekonomi menunjukkan perbaikan seperti inflasi yang rendah.

Akan tetapi, dia menggarisbawahi, penurunan tersebut tidak akan terlalu besar. Karena itu, pengaruh pada penurunan bunga kredit di otomotif tidak serta-merta membuat masyarakat beli mobil. “Masyarakat tetap akan melakukan banyak pertimbangan,” tandas dia.

Sejatinya, pembelian mobil dilakukan bukan hanya masyarakat tapi juga perusahaan. “Hanya saja, sektor riil saat ini agak lesu sehingga tidak mendukung kredit otomotif. Pendapatan untuk bisa membeli kendaraan baru, masyarakat harus berhitung ulang. Bisnis lesu dan penjualan properti juga lesu,” papar dia.

Karakter masyarakat berhati-hati termasuk saat penurunan suku bunga yang memungkinkan mereka untuk bisa spending lebih untuk cicilan kredit. Pertama-tama, masyarakat kemungkinan mendahulukan cicilan properti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Setelah rumah, masyarakat baru berpikir kendaraan baru dan kredit lainnya. “Selama ekonomi dan sektor riil masih lesu, karakter pasar masih akan berhati-hati,” kata Tonny tegas.

Di industri ini, Tonny merekomendasikan beli saham PT Astra International (ASII). “Jika BI rate turun, saham ini ada potensi naik, walaupun tidak terlalu besar 12% hingga 13% ke Rp7.000 sepanjang 2016,” tuturnya.

Sementara itu, untuk saham PT Selamat Sempurna (SMSM), dia rekomendasikan hold untuk 2016 jika ada perbaikan fundamental emiten dengan target Rp5.000. Sebab, secara kapitalisasi pasar, saham ini tidak sebagus yang lain.

“Meski SMSM alami pertumbuhan penjualan, itu relatif kecil dan secara langsung terpengaruh oleh turunnya penjualan mobil,” ucapnya.

Adapun rekomendasi untuk saham PT Indomobil Sukses Internasional (IMAS), kata dia, saham di-downgrade ke underweight. Sebab, selain penjualan mobil turun, brand emiten IMAS ini tidak sekuat Astra yang mengeluarkan banyak brand baru yang menjanjikan untuk mendongkrak penjualan. “Hindari saja untuk saham IMAS,” imbuhnya. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*