Ojk: Perbankan Tetap Kuat Hadapi Depresiasi Rupiah

Selasa, 15 September 2015 | 22:05 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali (KOMUNIKA)

TEMPO.CO, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kondisi industri perbankan masih aman dari pelemahan nilai tukar rupiah.

Hari ini, Senin (15 September 2015) mata uang rupiah terdepresiasi 0,52% atau 75 poin ke level Rp14.408 per dolar AS dan menjadi penutupan terendah sejak 1998 silam.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan kondisi industri perbankan masih dalam keadaan yang aman.

“Kurs Rp14.000, melihatnya bank masih aman dan nyatanya sekarang masih aman,” ujarnya.

Menurutnya, pelemahan rupiah ini tidak berdampak langsung pada industri perbankan. Pasalnya, aset yang yang dimiliki industri perbankan sangat besar bila dibandingkan dengan liabilitasnya.

“Kalau secara langsung kalo kurs melemah, itu kan berarti yang dia pegang valas meningkat dalam rupiah, itu sebenarnyanya meningkatkan sisi asetnya. Likuiditas valasnya sangat melimpah enggak ada masalah,” ucapnya.

Pelemahan nilai tukar rupiah ini, lanjutnya, berdampak pada sektor rill yang memiliki pinjaman luar negeri atau berupa valuta asing.

Pinjaman dalam bentuk valas itulah yang akan berdampak pada kenaikan risiko kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan.

“Tadinya pinjam dengan kurs Rp9.300 sekarang sudah Rp14.300. Dalam bayar pinjaman dia harus cari rupiah yang banyak. Nah yang pinjaman debitur sektor rill itu yang akan kena pada peningkatan NPL. Bank deal dengan pinjaman korporasi. Kalau korporasinya melemah kemampuan dia membayar kan juga berkurang itu dampak ke NPL bank. Intinya begitu,” tutur Nelson.

Deputi Komisioner Bidang Perbankan OJK Mulya Siregar menuturkan otoritas selalu melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap rupiah di level tertentu.

Hal itu dilakukan untuk memastikan daya tahan sektor keuangan terhadap gejolak global ini.

“Hasilnya sebetulnya baik, bagus, kita pakai di level Rp16.000 masih oke,” ucapnya.

Kendati demikian, industri perbankan harus tetap hati-hati dalam menyalurkan kreditnya sehingga NPL tidak meningkat.

“Satu hal yang kita minta, perbankan jangan berhenti menyalurkan pembiayaan atau kredit. Tapi tetap harus menyalurkan tapi harus benar-benar selektif,” ujar Mulya.

Dia juga mengimbau bagi perbankan yang modalnya minimum untuk segera menambah modal agar risiko dari kondisi yang tidak menentu ini dapat diminimalisir.

BISNIS


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*