Meracik ulang portofolio tunggu kepastian The Fed

JAKARTA. Ketidakpastian diperkirakan masih membayangi pasar modal domestik hingga akhir tahun ini. Maklum, bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed belum memberikan kepastian kenaikan suku bunga. Efeknya, rupiah masih terancam dan bursa pun terimbas.

Sepanjang tahun ini saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terkoreksi sebesar 18,8%. Jumat (25/9), indeks ditutup pada level 4.244. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan investor di tengah ketidakpastian?

Kepala Riset Universal Broker Satrio Utomo menyarankan, pelaku trading, masih bisa memilih saham-saham yang sedang dalam tren naik, seperti sektor konstruksi. Opsi lain, seperti saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS).

Jika ingin investasi, menurut Satrio, pemodal sebaiknya tidak mengkhawatirkan kinerja jangka pendek. Sebab, sejatinya, investasi itu bersifat jangka panjang. “Investasi adalah meyakini prospek ekonomi ke depan akan lebih baik. Meski, saat ini, pasar masih mempertanyakan,” kata dia.

Berbeda dengan Lucky Bayu Analis LBP Enterprise. Ia justru menyarankan trader menahan diri saat ini. Pasalnya, kondisi pasar sedang tidak bersahabat. Namun, kata dia, investor bisa mulai masuk dari sekarang. Pertimbangannya: investasi lebih berhorizon jangka menengah hingga jangka panjang. Apalagi, pemodal berpeluang mendapatkan saham-saham pada harga yang sudah murah.

Meski begitu, Lucky menduga, kinerja pasar saham tidak akan agresif hingga penghujung tahun ini. Ia bahkan menurunkan outlook IHSG akhir tahun hanya di level 4.000. Bahkan, menurutnya, ada potensi indeks menuju level bottom 3.800 di sisa tahun ini. Maka itu, saran Lucky, pemodal tak usah jor-joran, tapi masuk alias beli bertahap.

Selain itu, harus cermat memilih sektor saham. “Saat ini, sektor infrastruktur bisa dipertimbangkan,” saran Lucky. Sektor infrastruktur bakal paling berprospek jangka menengah. Apalagi, Menteri Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mengklaim telah merealisasikan 60% serapan anggaran untuk infrastruktur.

Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun menuntut aliran dana desa dapat segera mengguyur. Kemudian, kata Lucky, sektor manufaktur juga masih menarik dilirik, terutama saham PT Astra International Tbk (ASII).

Meski di tengah pelemahan kinerja, ASII tetap berjuang membagi dividen. Ini merupakan salah satu cara mendorong kinerja harga sahamnya.

Tunggu January effect

Satrio bilang, investor juga bisa mulai bersiap-siap menata ulang portofolio. “Tapi, meracik ulang portofolio sebaiknya dilakukan setelah The Fed memberikan keputusan suku bunga,” ujarnya. Sebagai gambaran, petinggi The Fed baru-baru ini memberi sinyal kenaikan fed fund rate mungkin dilakukan pada Oktober atau Desember mendatang.

Kata Satrio, selama The Fed belum memberikan kepastian kenaikan suku bunga, sulit menentukan arah pasar dan rupiah. Perkiraannya, resistance rupiah pada akhir tahun ini di level Rp 15.100 hingga Rp 15.600 per dollar AS. Adapun, kisaran IHSG diduga masih lebar. Level support antara 3.900-3.950, dengan kisaran resistance 4.900-5.100.

Adapun Lucky menyarankan pemodal bisa mulai menata ulang portofolionya pada Januari tahun depan. Sebab, diyakini saat itu The Fed sudah memberikan kepastian suku bunga. “January effect merupakan momentum siklus perubahan portofolio secara umum. Hedge fund, bankir, dan manajer investasi menyusun ulang portofolio,” ucapnya.

Nah, kata Lucky, pada Januari nanti, investor bisa mulai menempatkan 30% dananya. Porsi saham yang perlu diperbesar masih dari sektor infrastruktur. Lalu, saat arah pasar semakin jelas pada Maret mendatang, bisa menambah porsi sebesar 30%.

Editor: Barratut Taqiyyah.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*