Menerawang Anggaran Pemerintah Jokowi 2015

Jakarta -Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang baru menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 selama hampir enam bulan. Namun ini sudah cukup memberikan gambaran kondisi APBN hingga akhir tahun.

APBN disusun berdasarkan beberapa indikator, yang disebut dengan asumsi makro ekonomi. Meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), dan produksi minyak dan gas bumi.

Saat penetapan APBN-P 2015, pemerintah bergerak penuh optimisme. Ekonomi diproyeksikan tumbuh 5,7%, inflasi 5%, kurs dolar rata-rata Rp 12.500, SPN 3 bulan sebesar 6,2%, ICP US$ 60 per barel, dan produksi minyak 825.000 barel per hari (bph), serta gas 1,2 juta barel setara minyak per hari.

Hasilnya didapatkan, pendapatan negara sebesar Rp 1.761,6 triliun dan belanja Rp 1.984,1 triliun. Kemudian untuk menutupi kekurangan atau defisit pendapatan, maka dibutuhkan pembiayaan Rp 222,5 triliun.

Berjalan enam bulan, ternyata indikator makro ekonomi tersebut tidak sesuai yang diharapkan. Bisa diartikan meleset cukup jauh. Khususnya pada sisi pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menuturkan, ekonomi semakin menunjukkan kondisi perlambatan. Setelah kuartal I-2015 realisasinya hanya 4,7%. Tren ini diperkirakan terus berlanjut, dan secara tahunan, ekonomi di 2015 diperkirakan akan tumbuh di bawah 5%.

“Pelemahan ekonomi masih akan terus berlanjut, dan akibatnya target pajak sulit tercapai,” ungkap David kepada detikFinance, Rabu (24/6/2015).Next

(mkl/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*