Materi Bahan Bangunan Kuno yang Menjadi Tren Infrastruktur Masa Depan

Adakah materi bahan bangunan tempo dulu yang kelihatan bakal makin populer di masa depannya? Ada. Jawabnya adalah bambu. Ya bambu yang sudah lama dikenal di masyarakat kita saat ini sedang naik daun sebagai material untuk infrastruktur. Pada Maret 2017 yang lalu, di Bangladesh dibangun untuk pertama kalinya di dunia sebuah menara telekomunikasi (BTS) yang terbuat keseluruhannya dari bambu. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara berkembang di Asia punya potensi untuk secara simultan mengatasi dua isyu pentingnya: investasi infrastruktur dan sumber daya terbarukan.

Baru-baru ini, CNBC merilis dalam seri “Investing in Megatrends” yang menyebutkan di antaranya bahwa materi bangunan kuno ini dapat menambah bara untuk lonjakan infrastruktur di masa depan. Yang dimaksud, tidak lain adalah: bambu (cnbc.com, 19/04/17).

Menara telekomunikasi di Bangladesh ini berdiri dengan kerjasama antara perusahaan jasa infrastruktur dari Malaysia, edotco, dan Bangladesh University of Engineering, di mana berhasil dibangun dalam tempo hanya 12 hari, dibandingkan bila menggunakan struktur baja biasa yang memerlukan waktu 28 hari pembangunan. Belum lagi proses produksi struktur bambu ini yang sepenuhnya hemat energi.

Keunggulan Bambu

Bambu dipercaya memiliki carbon footprint (kadar karbon atau emisi atau pencemaran yang dikeluarkan) yang rendah karena menghasilkan oksigen dan sekaligus mengikat CO2 pada saat dituai, sementara materi baja, sebaliknya, lebih merusak lingkungan melalui penambangan sumber daya alam. Tanaman bambu ini hanya perlu waktu 6 bulan untuk ber-regenerasi dan dapat dipanen setiap 3 tahun tanpa kuatir merusak lingkungan.

Perusahaan edotco ini berencana membangun lebih banyak lagi struktur berbahan bambu dan menyiapkan berekspansi ke sejumlah negara lain seperti Myanmar dan Sri Lanka, demikian CEO perusahaan menyampaikan kepada CNBC belum lama ini. “Kami berharap menara ini akan menginspirasikan perusahaan-perusahaan infrastruktur untuk fokus kepada bahan materi yang terbarukan,” jelas Sidhu, CEO dari edotco kepada media (cnbc, 19/04/17).

Tanaman bambu dikenal berlimpah ruah di kawasan Asia, terutama di China. Indonesia juga banyak materi bambu tersedia dengan mudah dan murah. Di China, bambu sudah lama digunakan sebagai materi bahan bangunan karena kekuatannya yang lentur, beratnya yang ringan, harga murah dan berlimpah persediaan.  Pada tahun 2007, di daratan China sudah pernah dibangun jembatan terbuat dari bambu yang aman dilalui kendaraan truk sekalipun, yang memungkinkan menanggung berat kendaraan sampai 90 ton.

Bambu disebut sebagai memiliki kekuatan tarik lebih dari sebuah baja ringan, dapat menahan hingga 52.000 pon tekanan psi. Karenanya, bambu dapat dikatakan adalah tanaman kayu yang terkuat di bumi. Bambu memiliki ribuan kegunaan, termasuk untuk infrastruktur, struktur bangunan, casing pesawat, zat aphrodisiacs, tirai, kuas, benda–benda kerajinan, filter desalinasi, bahan bakar diesel, tongkat untuk memancing, bahan makanan, furniture, obat – obatan, alat music, material seni ornament, kertas, tali, payung, tongkat jalan, lonceng angin, dan masih banyak lagi.

Memang, kelemahan dari materi bambu ini adalah rentan terhadap rayap, kotoran lumpur, dan mungkin kondisi cuaca ekstrim.  Namun demikian, isyu tersebut dapat diatasi dengan cara yang ramah lingkungan juga, misalnya dengan pelapisan borax.

 

Infrastruktur yang Terbarukan

Menurut Asian Development Bank (ADB), kawasan Asia ini akan menggunakan dana raksasa sebesar US$26 triliun untuk pengembangan infrastruktur publik di tahun 2030 demi mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya. Para pelaku industri didorong untuk lebih mengandalkan materi bangunan yang tahan lama sebagai bagian darii solusi jangka panjang untuk penganggaran biaya.

Going green” dapat memberikan solusi yang bersifat win-win dalam pembangunan ekonomi karena akan menguntungkan baik dari sisi industrialisasi, maupun pengembangan perdagangan, demikian disarankan team dari PBB baru-baru ini. Di samping itu negara besar Asia seperti India dan China telah menjanjikan akan mengurangi emisi karbon mereka dalam periode 15 tahun ke depan sesuai dengan “Paris Agreement”, di mana materi terbarukan menjadi kunci utamanya.

Sejumlah perusahaan kontraktor sipil Asia dewasa ini ditandai telah terlibat aktif membangun berbagai proyek infrastruktur publik berbahan bambu, seperti halte bis dan stasiun terminal di Bangalore, serta jembatan dan WC umum di New Delhi. Materi bangunan dari bambu ini bersifat ringan dan lentur dan karenanya dipandang lebih aman terhadap risiko bencana alam ataupun cuaca ekstrim.

 

Struktur Terbesar ada di Bali

Di Bali, Indonesia, sebenarnya telah lebih dahulu membangunan struktur berdisain bambu. Di antara hamparan sawah dan padi, berdirilah “The Green School” yang berbentuk bangunan sekolah dan 50 bangunan bambu lain di sekitarnya.

Dua ekspatriat, John dan Cynthia Hardy, telah membangun kawasan seluas 23 are dengan nama “The Green School”, di desa Sibang Kaja, Badung, 30 km dari pusat kota Denpasar, Bali. Kompleks ini sampai sekarang diakui merupakan lingkungan struktur bambu terbesar di Asia. Kurikulum di sini kabarnya difokuskan kepada holistic learning, terutama dalam hal kewirasuhaan dan green living.

Green School merupakan suatu kompleks sekolah yang bangunannya terbuat dari batang bambu yang ramah lingkungan. Pendingin udaranya tidak memakai AC, melainkan kincir angin melalui terowongan bawah tanah. Tenaga listiknya menggunakan bio-gas yang terbuat dari kotoran hewan untuk menyalakan kompor. Terdapat tambak udang tempat budidaya, sekaligus peternakan sapi. Ditambah lagi arena olahraga, laboratorium, dan perpustakaan.

 

Materi Masa Depan

Bahwa di masa depan nanti, gedung-gedung pencakar langit tidak lagi hanya terbuat oleh beton atau baja, melainkan material lain, seperti bambu, telah disinggung dalam event World Architecture Festival 2015 di Singapura. Menurut Dirk Hebel, seorang profesor di Swiss Federal Institute of Technology (ETH), bambu bisa melakukan “revolutionize the building industry” dan menggantikan baja sebagai material yang dominan selama ini. Berbicara di event terebut, Hebel mengatakan bahwa serat bambu dapat digunakan secara berkelanjutan dan jauh lebih murah (de zeen, 4/11/2015).

Hebel disebutkan saat ini tengah mengembangkan sebuah material baru yang terbuat dari campuran serat bambu dan organic resin. Material yang disebut dengan nama bamboo composite material tersebut dapat diproses menjadi berbagai bentuk.

“Material yang kami produksi hanya memiliki berat seperempat dari bobot baja, tapi dalam hal kekuatan material tersebut memiliki performa yang lebih baik,” ujar Hebel. Material tersebut juga bisa digunakan untuk industri lain, seperti industri automotif, sebagai body part mobil.

Bambu sendiri tidak hanya kuat, bagi Hebel bahan ini juga memiliki keuntungan lain, yakni harganya yang 100 kali lebih murah. Tidak seperti pohon lainnya, bambu pun tidak harus ditanam kembali setelah dipanen. Tunas-tunas baru bambu justru akan tumbuh kembali dengan cepat.

Penelitian tentang pengembangan perkebunan bambu untuk industri di Indonesia, sayangnya, saat ini masih rendah. Padahal produktivitas panenan bambu akan jauh lebih efektif bila dapat ditata dan dikelola secara profesional dan modern. Sementara permintaan bambu di dunia terus meningkat dengan cepat. Menyebarnya tingkat kesadaran akan perlunya pelestarian lingkungan dan peraturan yang keras yang mengatur mengenai eksploitasi sumber penghasil kayu menjadi dasar pengembangan pasar bambu.

Pertumbuhan permintaan bambu yang lebih dari periode sebelumnya karena bambu ini dipandang sebagai sumber pengganti kayu yang baik dan salah satu cara untuk menghemat hutan hujan. Eropa dan Amerika mengimpor produk-produk bambu dari Asia, seperti tusuk gigi, tusuk sate, dan produk dengan nilai yang lebih seperti lantai bambu, kertas, tekstil, perabot rumah tangga, barang-barang kerajinan tangan. Di industri makanan, rebung merupakan bisnis bernilai jutaan dolar. Rebung diproduksi untuk ekspor di China, Thailand, dan Taiwan. Mereka menjualnya dalam keadaan masih segar ataupun yang sudah dikemas di dalam kaleng.

Kita harapkan segera dan semakin bertambah serta berkembang pembangunan struktur dan infrastruktur bangunan dengan material yang ramah lingkungan ini: bambu demi masa depan.

(Sumber: CNBC, dan berbagai sumber)

By Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Consulting
Vibiz Consulting Group

 

 


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*