Masih susah berharap bunga kredit murah

JAKARTA. Setelah lama ditunggu, akhirnya The Fed mengerek suku bunga acuan sebesar dari 0,25% menjadi 0,5%. Analis meramal, suku bunga Amerika Serikat (AS) bakal kembali naik pada kuartal I tahun 2016.

Andai itu terjadi, boleh jadi Bank Indonesia (BI) bakal mengerek BI rate. Dengan kata lain, harapan memasuki era bunga kredit murah boleh jadi tinggal kenangan. Kendati BI rate berpeluang naik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap bunga kredit perbankan melandai.

Permintaan ini seirama dengan keinginan pemerintah yang ingin memacu pertumbuhan ekonomi. Apalagi, OJK meyakini, tren bunga kredit dipengaruhi banyak faktor, bukan hanya suku bunga The Fed.

“Kenaikan Fed rate belum memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap suku bunga kredit perbankan karena sudah diantisipasi,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad, Selasa (22/12).

Sejatinya, permintaan penurunan bunga terbilang wajar lantaran rata-rata bunga kredit di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN yakni mencapai 14,51%. Perbankan juga menikmati margin bunga bersih (NIM) tertinggi.

OJK pun terus mendorong efisiensi. Misal, konsolidasi mesin anjungan tunai mandiri (ATM) bank pelat merah. “Dengan efisiensi bank bisa berhemat dan menurunkan cost of fund, sehingga akhirnya menurunkan suku bunga kredit,” ujar Muliaman.

Dari sisi likuiditas, OJK meyakini, relaksasi berupa penurunan kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) primer dari 8% menjadi 7,5% pun bisa mempertebal likuiditas bank. Sehingga, bank bisa getol menyalurkan kredit tanpa ada rasa takut kekeringan amunisi andai Bank Sentral AS kembali mengerek suku bunganya.

Tapi, keinginan OJK sepertinya belum tentu sejalan dengan rencana bankir. Andai BI rate naik, “Bank tentu akan menyesuaikan,” ujar Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), pekan lalu. 


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*