Mandiri Fasilitasi <i>Hedging</i> Garuda US$ 35 Juta

Jakarta – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bersama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menandatangani perjanjian treasury line dengan limit US$ 35 juta. Perjanjian ini bertujuan untuk memfasilitasi transaksi lindung nilai (hedging) mata uang asing yang dilakukan perseroan.

“Menurut pertimbangan kami, perolehan perjanjian tersebut merupakan perjanjian umum yang dilakukan dan tidak mempengaruhi harga afek atau keputusan investasi modal,” kata Direktur Keuangan Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dalam keterengan resmi, Rabu (13/1).

Sejak tahun lalu, Garuda Indonesia konsisten melakukan transaksi lindung nilai (forex hedging). Hal ini bertujuan untuk menekan kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Tahun lalu, Garuda Indonesia pernah melakukan hedging senilai Rp 1 triliun dengan tiga bank. Hedging melalui transaksi cross currency swap ini dilakukan untuk mengantisipasi risiko perubahan kurs. Tiga bank yang diajak bekerja sama untuk lindung nilai ini, antara lain PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan Standard Chartered Bank.

Dalam kerja sama ini, CIMB Niaga mendapat porsi hedging terbesar yakni senilai Rp 500 milliar. Sedangkan BNI dan Standard Chartered masing-masing mendapat Rp 250 milliar.

Askhara pernah mengatakan, perseroan menaikan porsi hedging avtur menjadi 50% dari total kebutuhan konsumsi avtur tahun 2015 yang sekitar 1,8 miliar liter, dari 10% pada 2014. Perseroan melakukan hedging avtur dalam kondisi harga yang bervariasi.

Adapun efisiensi pada bahan bakar terbukti mengurangi beban usaha perseroan. Hingga September 2015, biaya bahan bakar menyusut menjadi US$ 806,5 juta, turun 31,4% dibandingkan kuartal III-2014 yang sebesar US$ 1,2 miliar. Penyusutan biaya ini juga merupakan kompensasi dari harga avtur yang turun 37,9% dibanding tahun 2014.

Dengan demikian, beban usaha perseroan turun menjadi US$ 2,72 miliar, dari US$ 3,08 miliar. Alhasil, Garuda mampu meraih laba bersih tahun berjalan sebesar US$ 51,4 juta hingga kuartal III-2015, dibanding kuartal III-2014 ketika perseroan mengalami kerugian US$ 220,1 juta.

Sementara itu, Garuda Indonesia mengalami kenaikan aset bangunan sebesar US$ 42,2 juta, menjadi US$ 61 juta pada akhir 2015. Kenaikan aset ini terealisasi setelah perseroan mengajukan permohonan revaluasi aset pada Desember 2015.

Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengatakan, revaluasi aset bertujuan memperbaiki rasio ekuitas Garuda untuk meningkatkan reputasi di mata investor. Dengan rasio yang membaik, Garuda akan lebih fleksibel mencari utang. “Dengan revaluasi aset ini, Garuda mendapatkan insentif pajak penghasilan (Pph) final sebesar 3%,” ujar dia.

Di sisi lain, Garuda menjajaki penerbitan global bond senilai US$ 500 juta pada kuartal I atau II tahun ini. Perseroan akan menunjuk minimal tiga bank asing untuk menangani aksi tersebut.

Perseroan berencana menggunakan dasar valuasi laporan keuangan Desember 2015 untuk penerbitan global bond ini. Garuda akan kembali mengajak bank internasional yang sebelumnya menangani penerbitan sukuk global pada tahun lalu.

Ketika itu, perseroan bekerjasama dengan 14 bank asing, yang kombinasi dari bank asal Timur Tengah dan International. Adapun bank internasional yang dimaksud adalah ANZ, Standard Chartered Bank, dan Deutsche Bank.

Melalui penerbitan global bond, perseroan berharap dapat menata ulang sumber pendanaan ekspansi pesawat baru. Selama ini, secara nilai, 95% sumber pendanaan berasal dari operating lease, sedangkan 15% berasal dari financial lease. Porsi operating lease itu diharapkan turun menjadi 85-90% tahun ini.

Investor Daily

Farid Nurfaizi/Jauhari Mahardhika/MHD

Investor Daily


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*