Laju minyak terjegal suplai

JAKARTA. Harga minyak mentah mencoba bangkit, setelah terjungkal ke level terendah hampir lima tahun. Pasar mendapat angin segar dari optimisme salah satu negara produsen minyak, Arab Saudi terkait kenaikan permintaan pada tahun depan.

Mengutip Bloomberg, Jumat (19/12) pukul 18.50 WIB, West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Februari 2015 di New York Mercantile Exchange naik 1,37% dibanding kan hari sebelumnya menjadi US$ 55,1 per barel. Harga minyak reboound setelah hari sebelumnya terjun ke level US$ 54,36 per barel. Ini yang terendah sejak Mei 2009.

Namun, dalam sepekan harga bahan bakar ini masih turun 5,1%. Bahkan, minyak sudah terjun 25% sejak Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) memutuskan tidak memangkas produksi pada bulan lalu.

Menteri Energi Arab Saudi, Ali Al-Naimi masih optimistis terhadap permintaan global pada tahun depan. Para pelaku pasar memanfaatkan sentimen ini untuk mendongkrak harga minyak. Meski demikian, secara fundamental suplai minyak masih sangat besar. Total pasokan saat ini sudah lebih tinggi 26% dari total pasokan minyak rata-rata 100 harian.

Hal ini ditunjang keputusan OPEC untuk mempertahankan target produksi kolektif. Produsen minyak lainnya, seperti Amerika Serikat juga terus memompa produksi. Akibatnya, banjir pasokan tidak terhindarkan.

Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures menyebut, keputusan OPEC menjadi faktor utama tren bearish membayangi harga minyak. “Beberapa pekan ke depan, harga masih akan turun. Belum ada perubahan mendasar yang mampu mendongkrak harga,” jelasnya.

Pengaruh penundaan kenaikan suku bunga The Fed sempat memberikan tren sideways bagi minyak, tapi tidak akan bertahan lama. Apalagi, perekonomian China diprediksi masih melambat tahun depan. Artinya, permintaan global belum akan pulih.

Analis Millenium Penata Futures Endro Singgih menilai, kenaikan yang terjadi lebih karena technical rebound. “Menurutnya, dukungan teknikal tidak mampu bertahan tanpa fundamental pendukung, seperti OPEC memangkas produksi,” paparnya.

Secara teknikal, harga masih bergerak di bawah MA. Lalu, garis MACD di bawah 0, dengan garis sinyal masih turun. Namun, RSI sudah di level 17,9 dan stochastic di 10,2 yang menunjukkan titik jenuh jual (over sold). Prediksi Ariston, hingga tutup tahun ini, minyak belum keluar dari tren bearish.

“Sampai akhir tahun, pergerakan minyak di kisaran US$ 50-US$ 59 per barel,” ujarnya. Endro menebak, tutup tahun ini, minyak bisa menyentuh US$ 51 per barel. Adapun, awal pekan depan, harga bisa bergulir antara US$ 54,04- US$ 56,42 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*