Krisis Ekonomi Rusia Belum Berakhir, Dihantam Sanksi AS dan Sekutu

Jakarta -Perekonomian Rusia sepertinya masih ‘berdarah-darah’. Bank sentral negeri beruang merah itu memotong lagi suku bunga acuan sebanyak 1% menjadi 14%. Selain itu, ekonomi Rusia tahun ini juga diperkirakan menyusut atau terkontraksi 3,5-4%, lebih dalam dibandingkan prediksi sebelumnya, yaitu 3%.

Dikutip dari CNN, Senin (15/3/2015), harga minyak yang rendah dan sanksi dari negara-negara Barat menghambat perekonomian Rusia. Bahkan dalam 6 bulan terakhir, mata uang rubel melorot sampai 40% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Akibat embargo produk-produk kebutuhan pokok dari AS dan sekutunya, inflasi Rusia pun meroket. Pada Februari 2015, inflasi Rusia mencapai 16,7%. Harga bahan makanan naik 23% dibanding setahun sebelumnya.

Bank sentral Rusia memang dihadapkan pada keputusan yang tidak mudah. Memangkas suku bunga menyebabkan likuiditas sedikit longgar, sehingga menciptakan inflasi. Namun tidak mengurangi bunga sama saja berharap ekonomi tidak bergairah dan resesi akan semakin dalam.

Beberapa waktu terakhir, bank sentral Rusia membuat kebijakan yang radikal. Pada Desember 2014, suku bunga acuan dinaikkan dari 11,5% menjadi 17% untuk mendorong penguatan rubel. Namun sebulan setelah itu diturunkan lagi menjadi 15% dan bulan ini turun kembali menjadi

Langkah ini terbukti mampu membuat rubel lebih stabil. Namun bank sentral Rusia memperingatkan bahwa resesi belum usai.

(hds/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*