Kredibilitas Picu Spekulasi Nilai Tukar Rupiah dan Saham

Kamis, 17 September 2015 | 22:04 WIB

Dua pekerja saham melihat pergerakan pasar saham di Bursa Efek New York, 24 Agustus 2015. REUTERS/Brendan McDermid

TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menilai ada faktor lain yang lebih perlu diperhatikan selain keputusan suku bunga Amerika Serikat yang akan diputuskan Bank Sentral setempat atau The Fed, Jumat dini hari WIB, guna membangkitkan kembali ekonomi Indonesia khususnya nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan.

Menurut Enny, hal itu adalah kredibilitas pemerintah, atau kepercayaan pasar terhadap kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang menimbulkan spekulasi terhadap nilai tukar rupiah.

“Yang jadi masalah, peluang spekulasi di Indonesia itu cukup tinggi karena berbagai macam ketidakpercayaan pasar, termasuk terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang memang banyak dikritisi,” kata Enny saat dihubungi dari Jakarta, Kamis, 17 September 2015.

Enny sendiri mengingatkan bahwa sebetulnya belakangan informasi yang kian santer adalah rencana Bank Sentral AS menunda kenaikan suku bunga mereka yang merupakan kali pertama dalam hampir satu dekade terakhir.

Dengan rencana penundaan tersebut, yang tersisa kemudian adalah bagaimana kepercayaan ataupun ketidakpercayaan pasar di dalam negeri.

“Makanya untuk Indonesia yang paling utama adalah mengembalikan kredibilitas pemerintah, karena itu yang akan meminimalisir intensitas para spekulan. Saat ruang itu ditutup maka akan mengurangi spekulasi,” katanya.

Enny mengatakan saat ini yang harus dilakukan pemerintahan Joko Widodo adalah menghadirkan paket stimulus ekonomi yang mampu menumbuhkan kepercayaan pasar.

Pasalnya, ia menilai momentum melalui paket stimulus ekonomi yang sempat diumumkan Presiden Joko Widodo terlewatkan karena gagal untuk meyakinkan para investor.

ANTARA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*