Koreksi harga minyak bisa berlanjut

Koreksi harga minyak bisa berlanjut

JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) bergerak fluktuatif. Isu ekonomi Amerika Serikat (AS) dan kondisi cadangan minyak menjadi penggerak harga bahan bakar ini. Maklum, AS masih tercatat sebagai negara pengguna minyak terbesar di dunia.

Di Bursa Nymex, Rabu (15/1) pukul 14.15 WIB, kontrak minyak untuk pengiriman Februari terkikis 0,05%  dari hari sebelumnya menjadi US$ 92,54 per barel. Namun, pada perdagangan pagi, harga minyak sempat naik 0,11% ke level US$ 92,69 per barel.

Survei analis Bloomberg memprediksi, Energy Information Administration (EIA) bakal merilis stok minyak AS berkurang 1,3 juta barel per pekan lalu. Sebelumnya, American Petroleum Institute (API) telah melaporkan, suplai minyak menyusut sebanyak 4,14 juta barel. Berkurangnya stok bisa mendorong laju harga minyak.

Di sisi lain, data ekonomi AS menunjukkan tanda pemulihan. Penjualan ritel pada Desember lalu naik 0,2% dibanding bulan sebelumnya. “Sejumlah indikator ekonomi, seperti di AS, membaik. Harga minyak mungkin bisa turun lebih jauh, tetapi juga mungkin akan ditopang ekonomi yang membaik,” kata  Ken Hasegawa, Manajer Perdagangan Energi Newedge Group di Tokyo, seperti dikutip Bloomberg.

Kepala Riset dan Analis Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra berpendapat, pelemahan harga minyak, lebih dipicu penguatan dollar AS, terutama setelah data penjualan ritel dirilis positif.

Selain itu, dua pejabat The Fed memberikan pernyataan yang menginginkan pengurangan stimulus (tapering) pada 2014 dilanjutkan. Ini menimbulkan spekulasi, tapering mungkin berlanjut.

Cenderung turun

Menurut Ariston, sepekan ini, harga minyak masih akan melemah, lantaran penguatan dollar AS cukup dominan. Apalagi, adanya penambahan produksi Shell di Amerika,  yang menjadi sentimen negatif bagi harga minyak.

Ia memprediksi, biarpun cadangan minyak Amerika berkurang, harga minyak masih akan melemah. Jika, data stok minyak menunjukkan penurunan, memang akan mampu mengangkat harga minyak. “Namun, hanya naik tipis, kemudian bergerak masuk ke tren besarnya, karena adanya penguatan dollar,” papar Ariston.

Sementara, analis komoditas, Ibrahim menduga, harga minyak berpeluang naik terbatas. Tapi, potensi koreksi lebih dominan. Menurutnya,   harga minyak melemah, akibat minimnya permintaan dari China, Jepang dan India. Ketiga negara ini masih memiliki cadangan minyak dalam jumlah besar, sehingga kebutuhan untuk satu sampai tiga bulan ke depan sudah terpenuhi.

Di sisi lain, kata Ibrahim, perbaikan ekonomi AS akan mendorong penguatan dollar AS. Ini bakal memukul harga komoditas, termasuk minyak.

Secara teknikal, Ariston menyebut, harga minyak pun masih menunjukkan penurunan. Indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) masih berada di bawah garis sinyal yang terbuka ke bawah, yang menunjukkan potensi turun. Stochastic ada di level 13,3, yang sudah memasuki area oversold. Ini menunjukkan ada penurunan yang terbuka.

Indikator Relative Strength Index (RSI) ada di level 40, yang menunjukkan adanya tekanan terhadap harga minyak. Sedangkan, harga masih bergerak dekat moving average 200 mingguan, yang mengindikasikan support cukup kuat, sehingga harga berkonsolidasi di MA 200.

Ariston memprediksi, sepekan ini, harga minyak akan bergulir di kisaran US$ 90,00- US$ 95,00 per barel. Ibrahim menduga, harga minyak masih akan tertekan sepanjang bulan ini. Adapun, sepanjang pekan ini, harga minyak bisa bergerak antara US$ 90,50-US$ 92,90 per barel.   

Editor: Dupla


Sumber: http://rss.kontan.co.id/v2/investasi

Speak Your Mind

*

*