Konflik geopolitik, minyak tak berkutik

JAKARTA. Harga minyak ikut memanas seiring meningkatnya eskalasi konflik antara Arab Saudi dengan Iran. Harga naik dua hari perdagangan berturut-turut setelah Arab Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran.

Mengutip Bloomberg, Senin (4/1) pukul 14.59 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2016 naik 0,94% dari hari sebelumnya ke US$ 37,39. Sepekan terakhir, harga telah menanjak 1,57%.

Analis PT Millenium Penata Futures, Suluh Adil Wicaksono mengatakan, konflik di Timur Tengah menjadi penyebab utama kenaikan harga minyak. Sabtu lalu, kantor kedutaan besar Arab Saudi di Teheran diserang para demonstran Iran.

Pemicu serangan adalah eksekusi mati ulama Syiah oleh Saudi. Sehari setelahnya, Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Krisis geopolitik kedua negara produsen minyak ini merupakan yang terburuk sejak 1980.

Per Desember 2015, Arab Saudi memproduksi 10,25 juta barel minyak per hari. Sementara Iran memompa produksinya sebesar 2,7 juta barel per hari dan berencana meningkatkan ekspor ketika sanksi internasional dicabut.

Suluh mengatakan, krisis geopolitik tidak akan banyak mengerek harga minyak, jika tidak disertai kenaikan permintaan. Namun jika konflik belum mereda, kenaikan harga minyak akan terjaga hingga sepekan ke depan.

Namun dengan catatan, stok minyak Amerika Serikat (AS) turun.

Stok minyak

Yulia Safrina, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, juga mengatakan, pengaruh geopolitik biasanya tidak lama. Di samping pengaruh geopolitik, kenaikan minyak turut terdorong oleh melemahnya dollar AS.

Sementara data supply dan demand tetap menjadi faktor utama yang menggerakkan perdagangan. “Secara keseluruhan supply masih jauh di atas permintaan,” paparnya.

Pada Rabu malam setiap minggunya, Energy Information Administration (EIA) akan mengumumkan data stok minyak AS. Data inilah yang nanti akan menjadi perhatian pasar, sembari menunggu data produksi OPEC yang dirilis setiap bulan.

Saat ini AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia, disusul China. Jika data cadangan minyak AS turun, Yulia menduga harga minyak sepekan ke depan bisa menguat meskipun sulit menembus US$ 40 per barel.

Secara teknikal, Suluh melihat, harga sudah berada di atas moving average (MA) 50 yang menandakan tren kenaikan. Stochastic naik di level 66% dengan relative strength index (RSI) naik di area 67%. Pada Selasa (5/1), Suluh menduga, harga minyak naik di US$ 36,80-US$ 38,30.

Dalam sepekan, harga di rentang US$ 35-US$ 38 per barel. Proyeksi Yulia, harga minyak hari ini sideways di kisaran US$ 36,8-US$ 39,00 dan US$ 36-US$ 39,50 per barel dalam sepekan ke depan.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*