Iran menyeret harga minyak

JAKARTA. Harga minyak mencetak rekor terendah sejak tahun 2009. Faktor utama yang menyeret harga adalah tingginya pasokan minyak di pasar global.

Mengutip Bloomberg, Jumat (7/8), harga minyak WTI kontrak pengiriman September 2015 di bursa New York Mercantile Exchange merosot 1,77% menjadi US$ 43,87 per barel dibandingkan hari sebelumnya. Sedangkan selama sepekan terakhir harga sudah tergerus 6,90%.

Padahal indeks dollar Amerika Serikat (AS) akhir pekan kemarin terkoreksi 0,28% menjadi 97,56 dalam sehari, karena data ekonomi AS yang kurang memuaskan. Namun minyak gagal memanfaatkan momentum ini untuk mengerek harga.

Analis PT Esandar Arthamas Berjangka Tonny Mariano menjelaskan, sulit berharap harga minyak bangkit saat  pasar dibanjiri pasokan seperti saat ini. “Stok minyak di AS dan OPEC (organisasi negara-negara pengekspor minyak) sangat tinggi dan masih dibayangi tambahan stok minyak dari Iran,” jelas Tonny.

Menurut laporan Baker Hughes, hingga 31 Juli 2015 rig pengeboran AS yang aktif mencapai 670 buah. Itu artinya jumlahnya terus meningkat dalam lima pekan terakhir. Alhasil produksi minyak mentah AS melejit hingga 52.000 barel menjadi 9,46 juta barel per hari.

Saat ini, stok minyak AS sebanyak 90 juta barel. Ini stok terbanyak dalam 40 tahun atau berada di atas level rata-rata lima tahun terakhir.

Pasokan minyak dari Arab Saudi juga bertambah, karena produsen minyak tersebut terus menggenjot produksinya. Pada Juli 2015, produksi minyak Arab Saudi naik 70.000 barel menjadi 10,57 juta barel per hari.

Tren bearish

Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy menambahkan, pelaku pasar juga cemas dengan kemungkinan ekspor minyak mentah Iran yang bakal kembali membanjiri pasar global. Goldman Sachs Group Inc memprediksi, pasokan minyak di pasar bisa mencapai 2 juta barel per hari jika Iran sudah bisa mengekspor minyak mentah lagi.

Wajar jika kepastian pencabutan sanksi Iran sangat dinanti pelaku pasar. Namun perkembangan terbaru, anggota parlemen AS mengambil sikap oposisi terhadap kebijakan nuklir Presiden AS Barrack Obama. Ini bisa menggagalkan tercapainya kesepakatan antara Iran dan lima negara berpengaruh lain.

Isu tersebut, menurut Nizar, bisa mengangkat harga minyak pada hari ini. Saat ini, menurutnya harga minyak sudah memasuki area jenuh jual atau oversold, yang mengindikasikan potensi rebound teknikal. Kendati begitu, harga minyak dalam jangka panjang diperkirakan bakal turun lagi karena belum ditopang oleh kenaikan permintaan.

Tren bearish harga minyak juga terlihat dari analisis teknikal. Harga minyak bergerak di bawah moving average (MA) 50 dan 100 mengindikasikan penurunan lebih lanjut. Garis moving average convergence divergence (MACD) berada di area minus 2,629 mengkonfirmasi tren penurunan.

Sementara indikator relative strength index (RSI) berada di level 27,89. Sedangkan stochastic terletak di level 14,38 memasuki area jenuh jual atau oversold.

Karena faktor fundamental yang buruk bisa jadi peluang rebound secara teknikal  terabaikan. Tonny memperkirakan, hari ini (10/8), harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 43,50 hingga US$ 44,15 per barel. Sedangkan selama sepekan harga minyak akan bergulir di antara US$ 42,50–US$ 47,50 per barel.

Nizar memprediksi, harga minyak, Senin (10/8), di US$ 44–US$ 46 per barel. Sementara dalam sepekan, harga di US$ 43–US$ 47 per barel.

Editor: Yudho Winarto


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*