Inilah Risiko Kegagalan OPEC Pangkas Produksi

INILAHCOM, Wina – Pengamat memperkirakan bila OPEC gagal menyepakati pengurangan produksi maka dapat memicu turunnya harga minyak lagi di bawah US$40 per barel.

Demikian menurut analis komoditas global dari RBC Capital Markets, Helima Croft. Dia mengharapkan OPEC mampu menggalang kesepakatan untuk membatasi produksi. Semangat tersebut bertama kali diungkapkan pada akhir September lalu dalam pertemuan informal di Aljazair.

Target pemangksan produksi minyak mentah OPEC antara 32,5 juta barel – 33 juta barel per hari. Bila terjadi kesepakatan, ini merupakan langkah pemangkasan pertama untuk mengurangi pasokan sejak tahun 2008.

“Jika terjadi kegagalan mendapatkan kesepakatan maka bisa berada di 40 dolar AS per barel,” kata Croft seperti mengutip cnbc.com.

Croft menyinggung komentar dari menteri energi Arab Saudi, Khalid al-Falih yang mengatakan pasar minyak akan menyeimbangkan sendiri tahun depan. Bahkan tanpa kesepakatan OPEC. Oleh karena itu ia melihat pembenaran dalam mempertahankan produksi pada tingkat yang ada.

“Kami tidak sepakat dengan Khalid al-Falih yang menganggap mudah masalah ini,” tambahnya.

Pernyataan terbaru tersebut berbeda dengan pesan yang jelas dari Saudi. Negara Petro Dolar ini ada kebutuhan untuk memangkas produksi.

Menurut Croft, kredibilitas OPEC akan berkurang bila terjadi kegagalan dalam kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah. “Kondisi saat ini membuat gugup pasar minyak global,” jelasnya. Walaupun masih ada harapan terhadap komitmen para anggota OPEC.

Sementara, Menteri Perminyakan Venezuela menemuhi koleganya di Aljazair. Kunjungan serupa juga akan dilakukan ke Moskow sebelum hari Rabu lusa menghadiri pertemuan OPEC di Wina.

Sikap ekstrim ditunjukkan Libya National Oil Corporation (NOC) yang tidak akan berpartisipasi dalam pengurangan produksi OPEC. Negara ini masih berjuang keras memulihkan tingkat produksi seperti sebelum perang saudara beberapa tahun lalu.

Sedangkan posisi Arab Saudi berada di persimpangan. Satu sisi Saudi perlu menopang harga minyak mentah. Sedangkan harga yang rendah sangat mempengaruhi anggaran negara tersebut.

“Saudi menjadi pragmatis. Saudi tidak ingin minyak sampai 70-80 dolar AS per barel,” kata Croft.


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*