Inilah Penghalang Penguatan Minyak Mentah di 2017

INILAHCOM, New York – Minyak mentah AS tercatat turun 2,6 persen pada perdagangan Rabu (3/1/2017) dengan tren penguatan dolar AS.

Penurunan harga minyak mentah AS ini menjauh dari level tertinggi dalam 18 bulan terakhir. Penguatan minyak mentah terhenti dengan penguatan dolar AS yang berada di level tertinggi sejak tahun 2002.

Sementara minyak mentah Brent turun 2,6 persen atau US$1,4 menjadi US$55,37 per barel. Pada awal sesi, pergerakan minyak mentah menembus level tertinggi sejak Juli 2015 dengan Brent mencapai US$58,37 per barel. Sedangkan minyak mentah AS menyentuh US$55,24 per barel sebelum penguatan dolar meruntuhkan level puncak tersebut.

Pada 1 Januari 2017, investor minyak mentah menantikan realisasi dimulainya pemangkasan produksi minyak mentah. Ini merupakan hasil kesepakatan OPEC dan non-OPEC untuk memperbaiki harga minyak ke atas US$50 per barel lagi. Pelemahan harga minyak sejak 2014 karena di pasar global mengalami kelebihan pasokan. Akibatnya harga minyak pernah berada di bawah US$30 per barel.

“Skenario yang paling mungkin adalah OPEC dan negara-negara anggota non-OPEC akan berkomitmen untuk kesepakatan itu, terutama di tahap awal,” kata Ric Spooner, kepala analis pasar di CMC Markets.

Faktor penghambat kenaikan minyak salah satunya adalah dolar AS yang saat ini mencapai tertinggi dalam 14 tahun terhadap kurs mata uang lainnya setelah data menunjukkan aktivitas manufaktur AS tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan November 2016.

Dolar yang lebih kuat membuat kurs mata uang terhadap komoditas seperti minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

“Pedagang juga khawatir tentang laporan dari Libya yang akan meningkatkan produksi,” kata Analis hedge fund Again Capital, John Kilduff seperti mengutip cnbc.com.

Pemerintah Libya berencana mengirim minyak mentah dengan kapal dari pelabuhan di dekat Tripoli hampir 1,9 juta barel minyak bulan ini. Libya membuka kembali deposit minyak Sharara.

Libya, salah satu dari dua negara OPEC dibebaskan dari kewajiban untuk menurunkan produksi. Saat ini telah meningkatkan produksinya menjadi 685.000 barel per hari, dari sekitar 600.000 barel per hari pada bulan Desember 2016. Demikian kata seorang pejabat di National Oil Corporation, Minggu (1/1/2017).

Sementara, produksi minyak AS meningkat pada bulan Oktober menjadi 8,8 juta barel per hari, level tertinggi sejak Mei 2016.

“Lebih dari setengah dari pertumbuhan ini dapat dikaitkan dengan produksi di Alaska dan [Teluk Meksiko], tapi produksi onshore akhirnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan,” kata Barclays dalam sebuah catatan.

“Output di beberapa negara, termasuk Texas, Oklahoma, dan North Dakota, meningkat pada bulan Oktober dan mungkin peningkatan lagi.”

Investor akan mengamati komitmen OPEC  untuk melihat apakah anggota kelompok menepati janji mereka untuk mengurangi produksi. “Jika 2016 adalah tahun kata-kata, tahun 2017 harus menjadi tahun tindakan,” kata Tamas Varga, analis minyak senior di London broker PVM Oil Associates.

Negara Non-OPEC dari Timur Tengah penghasil minyak Oman mengatakan pada pekan lalu bahwa ia akan memotong volume alokasi jangka minyak mentah sebesar 5 persen pada Maret.

Produksi minyak non-OPEC Rusia pada bulan Desember tetap tidak berubah pada 11.210.000 barel per hari. Angka ini mendekati level tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Tetapi itu bersiap untuk memangkas produksi sebesar 300.000 barel per hari pada semester pertama 2017 sebagai bukti kontribusi terhadap kesepakatan itu.

 


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*