Inilah Penggerak Pasar Minyak Mentah di Asia

INILAHCOM, Singapura – Harga miyak mentah merosot pada Rabu (8/3/2017) di pasar Asia. Investor bersiap untuk kenaikan lebih lanjut karena persediaan minyak Amerika dan menurunnya permintaan China.

New York Merchantile Exchange, mintak mentah untuk pengiriman April diperdagangkan pada US$52,80 per barel, turun 35 sen atau 0,6% di sesi elektronik Globex. Brent di bursa ICE Futures London turun 27 sen atau 0,5% ke angka US$55,65 per barel, dikutip dari marketwatch.com.

Data dari Administrasi Informasi Energi Amerika memperkirakan akan ada peningkatan 1,7 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 3 Maret. Ini menurut perkiraan rata-rata dari trader dan analis yang disurvei oleh The Wall Street Journal.

Data pada Selasa (7/3/2017) dari American Petroleum Institute melaporkan persediaan minyak mentah AS meningkatt sebesar 11,6 juta barel pada pekan terakhir.

“Jika data EIA malam ini menegaskan adanya jumlah persediaan yang besar, harga minyak akan lebih tertekan. Namun, saya tidak berharap bahwa harga akan turun banyak karena pasokan diharapkan untuk segera mengetat. Harga sudah menunjukkan perlawanan,” kata Gnanasekar Thiagarajan, Direktur Commtrendz Risk Management.

Harga minyak mentah baru-baru ini berada di kisaran US$55 per barel, namun terus melemah dan terdorong ke arah berlawaan karena peningkatan produksi minyak AS dan pemotongan produksi oleh negara-negara OPEC.

“Harga bisa terdorong ke angka US$60 saat persediaan minyak global mulai jatuh karena pemotongan produksi OPEC. Bahkan jika output Amerika meningkat,” kata DanielHynes, analis dai ANZ Bank. Ia menambahkan bahwa ia tidak mengharapkan hal ini akan terus terjadi hingga kuartal kedua tahun ini.

Arab Saudi menjadi pemain besar dari pengurangan produksi OPEC setelah adanya kesepakatan pembatasan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari pada November.

Menteri Energi Rusia mengatakan pada Senin lalu, negaranya secara bertahap mengurangi produksi minyak sesuai dengan kesepakatan OPEC dan sepenuhnya akan dilakukan pada April nanti.

Sementara itu, China sebagai konsumen terbesar kedua energi hanya mengimpor sebesar 31,78 juta metrik ton minyak mentah pada Februari. Penurunan 0,1% dari bulan yang sama di tahun lalu, menurut data dari Adminstrasi Umum Bea Cukai hari ini. Volume itu turun dari 31,03 juta ton pada Januari.

Penurunan terjadi di tengah impor yang besar di bulan sebelumnya dan menekan jumlah permintaan baru.

“Kami melihat kapasitas penyulingan tambahan yang datang on line di China dan harus dipenuhi oleh minyak impor. Kami cukup positif dengan ini,” kata Hynes.

Prospek kenaikan suku bunga Amerika juga berdampak pada harga minyak karena kemungkinan akan meningkatkan dolar dan membuat komoditas yang diperdagangkan dalam dolar seperti minyak akan lebih mahal bagi negara yang mata uang lain. [hid]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*