Ini Dampak Kenaikan Suku Bunga AS Terhadap Negara di Asia Pasifik

Jakarta -Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) baru saja menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 0,50%. Beberapa negara Asia Pasifik terkena dampaknya, seperti China, India, Hongkong, hingga Korea Selatan, dan Filipina.

‎Lembaga pemerintah Internasional Fitch, dalam risetnya melaporkan kondisi negara-negara tersebut pasca pengumuman. Seperti yang dikutip detikFinance, Jumat (18/12/2015).

Terhadap China, arus modal keluar‎ memang sudah terjadi sejak 2014. Negeri tirai bambu tersebut terpaksa menata ulang kembali perekonomiannya, agar arus modal tidak mengalir keluar begitu deras. Apalagi dengan kondisi utang yang cukup besar.

Namun dengan suku bunga China yang rendah, dapat menopang kondisi neraca perusahaan dan membantu permintaan domestik. Meski tetap ada risiko arus modal keluar.

“‎Kunci di 2016 bagi China adalah bagaimana merekonsiliasi perekonomian domestik dan menjaga tetap pada stabilitas fundamental,” kata Andrew Colquhoun, Kepala Regional Asia-Pasifik, Fitch Ratings.

‎Sedangkan Hong Kong, menurut Andrew, kenaikan suku bunga di AS tidak terlalu membahayakan.‎ Langkah pengetatan makroprudential sudah dilakukan sejak 2009 untuk melindungi sektor keuangan.

Hong Kong juga memiliki kondisi fiskal yang sangat baik, dengan cadangan anggaran 36% terhadap PDB.‎ Kenaikan suku bunga justru akan berefek terhadap pertumbuhan ekonomi dan konsumsi swasta.

India, menurut Thomas Rookmaaker, Direktur Fitch Ratings, tidak kebal terhadap gejolak pasar keuangan. Akan tetapi masih lebih baik dibandingkan banyak tempat lainnya. Alasannya, cadangan devisa yang meningkat dari US$ 65 miliar (2013) menjadi US$ 353 miliar ‎pada November 2015 dan defisit transaksi berjalan yang terus mengecil.

Kemudian India tidak terlalu bergantung pada komoditas. Sehingga ketika harga komoditas anjlok dan beberapa negara mitra perdagangan utama ekonominya melambat, India masih cukup kuat. Di samping juga posisi surat utang yang lebih banyak dimiliki masyarakat dalam negeri ketimbang asing.

“Terakhir, prospek pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan India membuat India relatif menarik bagi investor asing,” kata Thomas.

Korea Selatan, bagi‎ Thomas Rookmaaker ‎tercatat tidak terlalu rentan dibandingkan negara lainnya, terutama ketika The Fed menaikan suku bunga. Alasannya Korea Selatan memiliki transaksi berjalan yang surplus, cadangan devisa yang tinggi dan posisi aset eksternal yang bagus.

‎”Korea tampaknya lebih rentan terhadap skenario perlambatan parah di Cina. Ekspor tradisional memainkan peran penting dalam perekonomian Korea dan sudah terkena substansial dengan penurunan saat ini dalam permintaan eksternal. Perdagangan bilateral dengan China menyumbang sekitar 25% dari total perdagangan dan perdagangan dengan negara-negara Asia berkembang lainnya,”‎ papar Thomas.

Filipina memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik terhadap pengaruh eksternal. Neraca transaksi berjalan yang surplus sejak 2002 membuat cadangan devisa menumpuk begitu besar.‎ Fitch kemudian mempertahankan Outlook positif pada peringkat ‘BBB-‘ dari Filipina.

“Ini membuat Filipina lebih tangguh daripada banyak negara emerging market lainnya untuk setiap perubahan sentimen investor global, menyusul kenaikan suku bunga Fed,” Mervyn Tang, Associate Director, Sovereign Ratings Fitch Ratings.

(mkl/rrd)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*