Indonesia Masuk 5 Besar Pelaksana Reformasi Ekonomi Terbaik di Dunia

Indonesia tercatat dalam laporan Bank Dunia terbaru sebagai salah satu dari lima negara terbaik di dunia yang secara signifikan berhasil melakukan reformasi ekonomi yang berdampak kepada perbaikan kemudahan usaha. Dalam peringkat dunia untuk kemudahan usaha, Indonesia terlihat berhasil naik 15 peringkat ke posisi 91 di tahun ini. The World Bank baru saja merilis publikasi tahunannya: “Doing Business 2017: Equal Opportunity for All”, yang mengukur serta membandingkan dampak sejumlah regulasi bisnis terhadap aktivitas perusahaan secara domestik pada 190 perekonomian –dari Afghanistan sampai Zimbabwe- di dunia (25/10/2016).

Publikasi “Doing Business 2017” ini mengukur sejumlah peraturan atau regulasi yang memengaruhi 11 area dalam pengembangan bisnis. Disebutkan dalam laporan ini bahwa para pengusaha dari 137 perekonomian di dunia telah melihat kemajuan perbaikan dalam regulasi bisnis lokal dalam negeri mereka. Antara Juni 2015 dan Juni 2016, tercatat ada sekitar 283 reformasi aturan bisnis. Di antara 190 perekonomian, 10 negara ini tercatat sebagai yang paling maju dalam mereformasi area yang dinilai: Brunei Darussalam, Kazakhstan, Kenya, Belarus, Indonesia, Serbia, Georgia, Pakistan, United Arab Emirates, dan Bahrain. Disebutkan ini sebagai “10 top improvers” dalam mengimplementasikan 48 aturan reformasi untuk kemudahan bisnis.

5 dari 10 Terbaik

Di antara 10 negara tersebut, nampaknya Indonesia berada di peringkat 5 terbaiknya, dengan perubahan score indikator DTF (Distance to Frontier) 2,95; di bawah dari Brunei Darussalam, Kazakhstan, Kenya, serta Belarus.

Indonesia disebutkan mencatat rekor dengan melakukan tidak kurang dari tujuh reformasi dalam satu tahun terakhir, untuk memperbaiki iklim usaha bagi pengusaha dalam negeri. Menurut Bank Dunia, reformasi usaha yang dilakukan Indonesia, khususnya dalam satu tahun terakhir, yang diukur oleh laporan Doing Business adalah: Kemudahan Memulai Usaha, Kemudahan Memperoleh Sambungan Listrik, Pendaftaran Properti, Kemudahan Memperoleh Kredit, Pembayaran Pajak, Perdagangan Lintas Batas, dan Penegakan Kontrak.

Dalam rilis pers-nya (26/10/2016), Perwakilan Bank Dunia Indonesia menyebutkan contoh di Jakarta dan Surabaya. Dua kota yang diukur oleh laporan Doing Business, proses mendapat sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat setelah adanya penambahan pasokan listrik  oleh penyedia layanan. Hal ini berakibat pada berkurangnya waktu yang diperlukan bagi kontraktor untuk melakukan pekerjaan luar.  Di Surabaya, penyedia layanan listrik juga telah menyederhanakan proses permintaan sambungan baru, sehingga makin mudah bagi pengusaha untuk memperoleh sambungan listrik. Saat ini rata-rata di Indonesia, hanya diperlukan waktu 58 hari bagi sebuah usaha untuk memperoleh sambungan listrik – dibandingkan 79 hari pada tahun lalu.

Beberapa reformasi dalam satu tahun terakhir ditujukan untuk menerapkan atau mendorong penggunaan sistem online. Misalnya, memulai usaha menjadi lebih mudah karena adanya berbagai sistem online yang fungsional. Saat ini seorang pengusaha hanya memerlukan 25 hari untuk memulai sebuah usaha, dibandingkan sebelumnya yang mencapai 48  hari.

Sumber: World Bank, “Doing Business 2017: Equal Opportunity for All”, October 2016

 

Selandia Baru Teratas Menggeser Singapura

Sebagai perbandingan, negara mana yang mendapat predikat sebagai yang termudah dalam menjalankan usaha? Menurut publikasi The World Bank ini, Selandia Baru sekarang menduduki peringkat pertama, menggeser Singapura yang selama satu dekade terakhir selalu berada di posisi puncak kemudahan berbisnis.

Untuk memulai suatu bisnis, seorang pengusaha pendaftar di negeri Kiwi ini hanya perlu berurusan dengan satu prosedur yang memerlukan lama proses setengah hari saja, dibandingkan dengan rata-rata global yang memakan waktu 21 hari kerja. Selandia Baru juga menduduki posisi teratas untuk urusan ijin konstruksi, pendaftaran property, memperoleh kredit, serta perlindungan terhadap investor minoritas.

Negara-negara dengan ranking teratas setelah Selandia Baru dan Singapura adalah: Denmark, Hong Kong, Korea Selatan, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, Swedia, dan Makedonia. Sementara, negara-negara Brunei (no. 72 dari daftar), Kazakhstan (no. 35), Kenya (no. 92), Belarus (no. 37), dan Indonesia (no. 91) berada di posisi teratas dari top 10 perbaikan paling signifikan.

 

Menuju yang Lebih Baik Lagi

Perwakilan Bank Dunia menilai, di antara kemajuan reformasi yang telah berjalan, ada beberapa hal yang masih bisa diperbaiki. Untuk menjaga momentum reformasi, masih ada ruang untuk lebih menyederhanakan prosedur serta mengurangi waktu dan biaya untuk memulai usaha, pendaftaran properti dan implementasi kontrak.

Presiden Jokowi sendiri pernah punya target untuk Indonesia berada di peringkat 40 pada survei Bank Dunia mengenai Ease of Doing Business (EODB) pada tahun 2017 ini. Suatu target yang berani dan sekaligus menantang, mengingat pada tahun sebelum ini masih di peringkat 106. Kenyataannya, dengan dorongan seorang pemimpin pemerintahan yang punya target pro bisnis, akhirnya telah berhasil melejitkan posisi peringkat Indonesia 15 tingkat, bahkan termasuk perubahan yang diakui terbaik kelima di dunia. Suatu prestasi yang layak dicatat dan diakui dalam 2 tahun Pemerintah Jokowi – JK ini.

Sampai saat ini, telah 13 kebijakan reformasi ekonomi yang digelontorkan Pemerintah. Dalam ilmu ekonomi dikenal untuk suatu kebijakan publik sampai memunculkan dampak yang nyata di sektor real itu tentunya memerlukan suatu proses waktu, atau disebut sebagai time lag. Tentang time lag ini ada yang relatif cepat, ada yang –jauh lebih banyak lagi- memerlukan waktu yang bertahap dan panjang.

Bahwa dalam tempo yang relatif singkat, kurang dari satu tahun, sejumlah kebijakan reformasi ekonomi telah berdampak kepada pelompatan kemudahan bisnis yang diakui secara global, itu adalah suatu prestasi administrasi kepemerintahan yang baik. Kita karenanya dapat berharap untuk perbaikan kemudahan berbisnis yang lebih maju lagi, pada posisi peringkat yang lebih di atas lagi pada tahun yang akan datang.

Tax Amnesty adalah contoh kebijakan publik yang sukses dalam waktu yang relatif pendek. Tax Amnersty kita bahkan tercatat sebagai yang tersukses di dunia, dari segi jumlah dana pajak yang berhasil diraih, di antara berbagai negara yang pernah berupaya menjalankan program serupa. Pada akhir Juni 2016, DPR menyetujui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang diajukan Pemerintah Jokowi. Program yang berlaku dari September 2016 sampai Maret 2017 ini, sampai dengan minggu ketiga Oktober 2016 telah berhasil mengumpulkan harta deklarasi sebanyak Rp 3.850 triliun, dan membawa masuk dana segar repartiasi dari luar negeri sebesar Rp 143 triliun, serta nilai tebusan Rp 93,7 triliun sebagai pendapatan pemerintah. Dana besar ini siap digelontorkan lagi untuk membiayai aneka proyek infrastruktur bagi akselerasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih merata dan ter-desentralisasi.

Kita kembali boleh optimis, di periode dua tahun Pemerintah Jokowi – JK ini. Pada tahun depan, kiranya peringkat Indonesia akan melejit lagi. Dan dari sisi perubahan kemajuan regulasi bisnis, indikatornya akan kembali menempatkan posisi Indonesia sebagai salah satu pelaksana reformasi ekonomi yang terbaik di dunia. Mengapa tidak? Dengan kerja, kerja, dan kerja! kita akan bisa memperoleh pencapaian ini. Semoga.

By Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Consulting
Vibiz Consulting Group

 

 

 


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*