Harga minyak menanti aksi OPEC

JAKARTA. Harga minyak mentah berupaya bangkit, setelah terjungkal ke level terendah dalam lima tahun. Kenaikan harga disokong surutnya stok di Amerika Serikat (AS) dan spekulasi organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) akan memangkas produksi.

Mengutip Bloomberg, Jumat (14/11), harga West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Desember 2014 di New York Merchantile Exchange (Nymex) naik 2,2% dibanding hari sebelumnya menjadi US$ 75,82 per barel. Hari sebelumnya, harga minyak ditutup di level terendah sejak Mei 2009, yaitu US$ 74,21. Meskipun rebound, sejatinya harga WTI masih tergerus 3,6% dalam sepekan terakhir. Bahkan, sepanjang tahun ini, harganya sudah anjlok 18,2%.

Pergerakan serupa terjadi pada minyak brent. Jumat, harga brent untuk pengiriman Januari 2015 naik US$ 1,92 menjadi $ 79,41 per barel di ICE Futures Europe. Hari sebelumnya, brent terpuruk di US$ 77,9 per barel. Ini rekor terendah dalam empat tahun.

John Kilduff, founding partner Again Capital Again Capital LLC, mengatakan, pasar berspekulasi kejatuhan harga WTI di level US$ 74, dan brent di bawah US$ 80 memperkuat kemungkinan OPEC mengurangi produksi. Inilah yang mendongkrak harga minyak di akhir pekan lalu.

Spekulasi ini berdasarkan laporan International Energy Agency yang menyebut, petinggi OPEC meningkatkan intensitas pertemuan diplomatik sebelum pertemuan pada 27 November nanti. Mereka mencari langkah tepat untuk merespons kejatuhan harga. Apalagi, harga diprediksi meluncur lebih tajam dalam beberapa bulan mendatang seiring memasuki periode penurunan permintaan.

BNP Paribas SA dalam laporannya menyatakan, OPEC perlu memangkas produksi US$ 1 juta – US$ 1,5 juta barel per hari untuk menyingkirkan sentimen negatif di pasar. “Kita melihat OPEC mulai panik dan berupaya membuat kesepakatan. Tapi, saya masih skeptis mereka akan melakukannya,” kata Kilduff dikutip Bloomberg, Jumat (14/11).

Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures, menilai, rebound harga lebih dipicu penurunan stok minyak AS pada pekan kedua bulan November. Stok minyak turun 1,7 juta barel menjadi 378,5 juta

Tren masih bearish

Ariston menduga, laju kenaikan harga minyak bisa berlanjut dalam jangka pendek, sebab kejatuhannya sudah sangat dalam. Apalagi, jika OPEC memangkas produksi. Tapi, hal ini tidak mengubah tren besar yang masih turun (bearish). Prediksi Ariston, hingga akhir tahun ini, harga masih tertekan.

Secara fundamental permintaan masih lesu di tengah perlambatan ekonomi global. Tonny Mariano, analis PT Harvest International Futures, menilai, kenaikan harga yang terjadi akhir pekan lalu, sebatas rebound teknikal. Secara fundamental belum ada yang bisa mengangkat harga. “Anjloknya harga akibat suplai berlebih dan produsen tidak mengurangi produksinya,” ungkapnya.

Bahkan, kendati OPEC memangkas produksi, kata Tonny, tren harga tidak serta merta naik. Belum ada sinyal perbaikan ekonomi China. Padahal, negara ini salah satu pengguna minyak terbesar.

Secara teknikal, Ariston menyebut, harga minyak masih terindikasi turun. Ini terlihat dari harga yang berada di bawah MA 50,100 dan 200. Lalu, MACD berada di area negatif, dan garis MACD di bawah garis sinyal yang menunjukkan adanya tekanan. Hanya RSI di 25% menujukkan penurunan, tapi ada potensi naik sebab sudah di area jenuh jual (over sold). Stochastic juga sudah jenuh jual di 5%, sehingga ada momentum naik.

Prediksi Ariston, sepekan ini, WTI akan bergerak US$ 68,5-US$ 79,4 per barel. Tonny menebak, harga minyak akan bergerak di US$ 72-US$ 76 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*