Ekonom Ini Sebut Kebijakan Ekspor Tambang Bikin Rupiah Melemah

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hampir mendekati level Rp 12.000 per dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, salah satu penyebabnya adalah kebijakan pelarangan ekspor produk tambang mentah.

Faisal menegaskan, pada Februari dan Maret 2014 neraca perdagangan mengalami surplus. Itu berimbas kepada kondisi rupiah yang menguat. Namun pada April, neraca perdagangan berbalik menjadi defisit.

“Januari defisit, Februari-Maret surplus, April defisit lagi. Apa penyebab defisitnya?” kata Faisal ditemui di sela acara pemaparan Visi Misi Joko Widodo-Jusuf Kalla di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu (4/6/2014) malam.

Faisal mengatakan, alasannya adalah pemberlakukan kebijakan pelarangan ekspor bahan tambang mentah. Kinerja ekspor terganggu karena kebijakan itu.

“Sekarang sudah nol ekspor bauksit dan nikel. Tadinya 55 juta ton sekarang nol. Efek dari kebodohan itu paripurna pada April. Harga batubara juga turun,” kata Faisal, yang pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Selain itu, lanjut Faisal, defisit neraca perdagangan juga terjadi karena impor yang meningkat. “Impornya naik karena industri kita nggak makin kompetitif. Segala macam diimpor,” tegasnya.

Faisal juga mengatakan faktor politik juga berkontribusi terhadap melemahnya rupiah. “Tapi itu hanya sentimen negatif,” ujarnya.

Faktor utamanya, demikian Faisal, adalah fundamental ekonomi. “Fundamentalnya menjelaskan, ekspor mengalami kemerosotan. Pemerintah menambah penyakit dengan pelarangan ekspor itu,” tuturnya.

(zul/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*