Demi Gengsi, Ruang Perkantoran Jakarta Hingga Vila Bali Bertarif Dolar

Jakarta -Undang-undang No 7/2011 tentang Mata Uang mewajibkan semua transaksi di dalam negeri harus menggunakan rupiah.

Faktanya, di sektor properti masih ada transaksi yang menggunakan mata uang asing khususnya kurs dolar AS. Alasannya selain gengsi, juga ada faktor biaya investasi yang memakai dolar AS.

Associate Director Colliers International Ferry Salanto mengatakan, ‎sejumlah perkantoran di Jakarta masih disewakan dengan tarif dan menggunakan mata uang dolar saat terjadi transaksi. Khususnya di kawasan kawasan premium seperti Sudirman, Simatupang, dan lainnya atau Segitiga Emas Jakarta.

“Sebenarnya nggak boleh itu, tapi masih ada yang ditawarkan dalam bentuk US dolar,” kata Ferry ditemui di Menara Intiland, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Ferry mengatakan, selain di Jakarta, banyak vila di Bali yang ditawarkan dalam tarif sewa mata uang dolar AS. Transaksi menggunakan dolar menurut Ferry karena bidikan pasar dari para pengembang properti tersebut adalah orang-orang asing.

‎”Seluruh Indonesia. Contohnya di Bali masih banyak vila pakai dolar. Jadi tergantung marketnya, kalau orang asing itu pakai dolar,” jelasnya.

Dikatakan Ferry, pengembang menawarkan proyeknya dalam mata uang dolar karena beberapa alasan salah satunya faktor gengsi. Ferry mengatakan, kebanyakan proyek properti menawarkan biaya sewa dalam bentuk dolar agar proyek tersebut dinilai lebih bergengsi dari gedung-gedung yang lain.

‎”Alasan utamanya karena pinjaman untuk konstruksi mereka pakai dana dolar, karena pertimbangannya bunganya lebih murah. Tapi sekarang kadang orang nge-charge orang pakai dolar supaya gedungnya terkesan lebih prestige,” jelasnya.

Padahal dalam UU mata uang, telah jelas-jelas ada sanksinya bagi yang melanggar.

(zul/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*