Data Manufaktur China Lemah, Mata Uang Asia Turun

INILAHCOM, Singapura – Kurs mata uang negara-negara berkembang Asia turun, Rabu (23/09/2015). Itu setelah data menunjukkan pelemahan lebih lanjut sektor manufaktur penting China, menambah kekhawatiran tentang ekonomi global, mengirim investor berbondong-bondong ke aset-aset lebih aman.

Unit regional sudah terguncang dari ekspektasi kenaikan suku bunga AS akhir tahun 2015 ini, yang para analis katakan bisa memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang untuk mencari keuntungan lebih tinggi. Indeks Pembelian Manajer (PMI) China yang terpantau ketat untuk aktivitas pabrik, September 2015 turun ke tingkat terendah sejak Maret 2009, putaran terbaru data lemah setelah angka-angka mengecewakan termasuk perdagangan, investasi dan belanja konsumen.

“Penurunan menunjukkan industri manufaktur nasional telah mencapai tahap penting dalam proses transformasi struktural,” jelas Kepala Ekonom di Caixin Insight Group He Fan.

Ia menyalahkan pelemahan terutama permintaan eksternal lesu untuk barang-barang China dan harga ekspor yang lebih rendah.

Bank Belanda ABM Amro mengatakan, PMI lemah menghidupkan kembali kekhawatiran pasar bahwa pelambatan di Tiongkok mungkin akan lebih terasa.

Raksasa perbankan HSBC mengatakan, “Data PMI terbaru September datang mengecewakan pasar, yang mengawasi tajam tanda pemulihan dalam perekonomian China.”

“Penurunan ke terendah lain pasca krisis tak diragukan lagi akan lebih lanjut menekan sentimen pasar. Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, China adalah mesin utama untuk pertumbuhan ekonomi dunia dan setiap tanda pelemahan ada dampaknya di pasar dunia,” terang HSBC.

Dolar Australia, yang sangat bergantung pada ekspor sumber daya ke China, jatuh 0,66 persen, Rabu (23/09/2015) sore. Sementara unit negara berkembang lainnya juga menderita akibat pelarian ke aset-aset lebih aman.

Rupiah Indonesia turun 0,79 persen ke tingkat terendah 17-tahun, dengan perusahaan riset Capital Economics mengatakan cadangan devisa negara ini telah jatuh 7,0 persen sejak Maret, menunjukkan bank sentral telah melakukan intervensi untuk mendukung mata uangnya. Won Korea Selatan kehilangan 1,02 persen, ringgit Malaysia menurun 1,08 persen dan rupee India melemah 0,15 persen.

Baht Thailand dan dolar Singapura juga lebih rendah. Yen yen — dianggap salah satu investasi paling aman di saat krisis — menguat terhadap dolar tetapi berbalik lebih rendah terhadap euro.

Dolar dibeli 120,06 yen dibandingkan dengan 120,14 yen di New York pada Selasa, sementara euro berada di 133,85 yen terhadap 133,74 yen. Euro juga di US$1,1124 dibandingkan dengan US$1,1132.

Ekspektasi kenaikan suku bunga AS meningkat pekan ini setelah tiga kepala cabang Federal Reserve mengatakan mereka memperkirakan untuk melihat kenaikan suku bunga pada akhir tahun. Komentar-komentar mereka datang setelah bank sentral menunda kenaikan suku bunga pekan lalu, menyalahkan ancaman dari pelambatan Tiongkok dan gejolak di pasar global, yang pada gilirannya memicu kekhawatiran tentang kesehatan Amerika Serikat. [tar]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*