Bos PLN Belum Putuskan Soal 'Asuransi' Utang Valas

Jakarta -PT PLN (Persero) masih butuh kajian lebih lanjut sebelum dilakukan kegiatan hedging atau lindung nilai. Meskipun sudah diketahui akibat gejolak nilai tukar rupiah, PLN masih mengalami rugi kurs.

“Suatu persoalan dikaji dulu, perlu hedging atau tidak. Begitu perlu, dilaksanakan. Begitu tidak, ya tidak dilakukan,” kata Direktur Utama PLN Nur Pamudji di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/10/2014).

Alasannya, lanjut Nur, lindung nilai harus dihitung per transaksi. Bukan hanya secara umum yang dilihat dari total kerugian yang dihasilkan setiap tahun.

“Yang dikaji itu setiap transaksi, tidak secara umum. misalnya transaksi pembelian gas, pembayaran gas. Jadi tidak secara keseluruhan,” terang Nur.

Dari kajian tersebut, tambah Nur, juga akan diketahui besaran lindung nilai yang dibutuhkan. Setiap BUMN memiliki indikator masing-masing sebelum mengimplementasikan lindung nilai.

“Perusahaan itu kan sangat detil jenis transaksinya. Setiap BUMN itu khas, tidak sama antara PLN dengan Pertamina misalnya,” kata Nur.

Dia menyampaikan bahwa dalam lindung nilai, ketika rupiah melemah maka akan menambah biaya. Kemudian pada neraca keuangan laporan akhir tahun juga akan tercatat rugi lebih besar.

“Kemarin itu rugi kurs non cash, hanya perbedaan nilai utang. Nilai utang PLN saja yang tadinya misalnya 100, karena kurs berubah jadi 120. Itu rugi kurs namanya,” jelasnya.

Dalam hitungan PLN, setiap pelemahan rupiah Rp 100/US$ maka utang perusahaan akan melonjak sekitar Rp 1 triliun.

(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*