Bitcoin di Indonesia, Investasi (Spekulasi) Tanpa Payung Hukum

Bitcoin di Indonesia, Investasi (Spekulasi) Tanpa Payung Hukum

Nama Bitcoin menjadi semakin santer akhir-akhir ini terkait dengan menguatnya kontroversi yang mempermasalahkan apakah Cryptocurrency tersebut dapat memberikan keuntungan atau justru memberikan kerugian terhadap perekonomian manusia di abad modern ini.

Selain Bitcoin terdapat juga beberapa cryptocurrency lainnya seperti Namecoin, Dogecoin, Peercoin dan Litecoin.

Secara sangat sederhana cryptocurrency ini dapat diartikan sebagai sebuah alat tukar yang digunakan untuk bertransaksi melalui dunia maya (virtual) sebagaimana halnya dengan bertransaksi dengan uang biasa. Cryptocurrency dapat digunakan untuk membeli barang atau jasa dari penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan instrumen tersebut.

Seiring dengan waktu ternyata Cryptocurrency ini juga dijadikan instrumen yang berfungsi sebagai instrumen untuk menyimpan kekayaan dan spekulasi, bahkan sejumlah pihak sesumbar bahwa Bitcoin merupakan sarana investasi. Namun benarkah demikian?

Kelayakan Investasi dan Kejanggalan Bitcoin

Hal yang menyebabkan Bitcoin menjadi perhatian khayalak ramai akhir-akhir ini, bukanlah disebabkan oleh menariknya Bitcoin sebagai alat pertukaran yang nyaman, atau fitur-fitur positif lainnya. Namun perhatian terhadap Bitcoin lebih disebabkan oleh kenaikan nilainya yang sangat luar biasa dan cenderung abnormal.

Dapat kita lihat pada chart perdagangan Bitcoin terhadap Dollar AS, dimana secara kasat mata terjadi suatu kenaikan yang sangat luar biasa sekali pada nilai cryptocurrency ini. Kendati suatu kenaikan adalah suatu hal yang sangat baik, namun demikian suatu kenaikan yang luar biasa merupakan keganjilan, kejanggalan, keanehan, anomali, bahkan mengundang kecurigaan.

Seandainya muncul pertanyaan, apakah bitcoin layak djadikan sebagai instrumen investasi seperti layaknya forex, emas spot atau saham?

Ditinjau dari analisa teknikal terhadap pergerakan bitcoin seperti yang dapat dilihat pada chart, maka Bitcoin BELUM LAYAK untuk dijadikan sebagai instrumen investasi . Mengapa? Jawabannya sangat jelas. Fluktuasi pergerakan bitcoin terlalu besar untuk dijadikan sebuah instrumen investasi. Sehingga dengan demikian resiko LOSS dari instrumen ini masih sulit untuk dapat diraba.

Jika dipadukan dengan analisa fundamental, maka kenaikan nilai Bitcoin ini cukup sulit untuk diklaim sebagai dampak dari kinerja ekonomi yang positif. Secara sederhana hal ini dapat kita kupas dengan mengajukan pertanyaan, apakah kenaikan nilai Bitcoin ini disebabkan oleh kenaikan minat masyarakat global yang didorong oleh motif transaksi, dan apakah terjadi suatu peningkatan kinerja ekonomi makro secara global dalam porsi yang cukup seimbang dengan kenaikan nilai Bitcoin?

Kalau kita lihat kenaikan nilai Bitcoin (capital gain) pada tahun 2013 yaitu sebesar 6789.41%, maka angka kenaikan tersebut terlalu besar jika diklaim sebagai dampak dari meningkatnya permintaan terhadap Bitcoin untuk transaksi. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan seberapa besar peningkatan pendapatan masyarakat global pada tahun 2013.

Apakah pendapatan masyarakat umum di dunia ini naik sekitar 6700% pada tahun tersebut ? Atau mungkin pendapatan masyarakat hanya naik 3000% ? Atau mungkin hanya naik 1000%? ( Sayangnya tidak)

Hanya naik 100%? Itu pun juga tidak.

Sebagai gambaran sederhana, data terkini dari Bureau of Economic Analysis Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada bulan Desember , indikator Personal Income m/m menunjukkan angka 0.0%. Pada bulan November 2013 menunjukkan angka 0.2%. Jika pendapatan masyarakat umum didunia ini mengalami kenaikan hanya dibawah 10% pada tahun 2013, lalu bagaimana bisa harga Bitcoin naik 6789.41%,?

Tentu saja pendapatan hanya salah satu indikator yang dijadikan acuan dan masih banyak indikator lainnya. Kendati demikian, argumen bahwa kenaikan harga Bitcoin merupakan kejanggalan dan bukanlah merupakan hasil perekonomian yang positif , masih sangat kuat dengan mempertimbangkan bahwa terjadi fluktuasi harga Bitcoin yang terlalu besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi makro secara global.

Jadi, mengapa harga Bitcoin melambung tinggi? Jawabnya sangat tegas dan jelas yaitu Spekulasi. Dan hal ini mempertegas bahwa Bitcoin , BELUM LAYAK menjadi instrumen investasi, karena sampai sejauh ini pergerakannya didominasi oleh faktor SPEKULASI.

Di Indonesia , Bank Indonesia sebagai bank sentral dan otoritas moneter telah menyatakan sikapnya bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya BUKAN ALAT PEMBAYARAN YANG SYAH, dan segala resiko yang terjadi menjadi tanggungan pemilik/pengguna virtual currency tersebut.

(Link : Siaran Pers Bank Indonesia)

Dengan demikian, untuk melakukan transaksi dengan cryptocurrency atau virtual currency di Indonesia masih belum dilindungi oleh kekuatan hukum, terlebih lagi untuk menjadikan virtual currency sebagai instrumen investasi.

Sehingga dengan mempertimbangkan hal ini, masyarakat seyogiyanya tidak tergiur oleh iming-iming investasi pada virtual currency, karena dengan belum adanya payung hukum dari pemerintah maka masyarakat akan sulit untuk memperoleh perlindungan hukum jika menjadi korban penipuan, sengketa dan lain-lain.

(IY/JA/vbn)

—
(Sumber : http://vibiznews.com/feed/ )