BI: Indonesia Masih Jauh dari Krisis

Jum’at, 04 September 2015 | 09:43 WIB

Ilustrasi kurs rupiah dan mata uang Indonesia. Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta – Bank Indonesia meminta semua pihak agar tidak menyamakan melemahnya nilai tukar rupiah dengan Indonesia dalam kondisi krisis ekonomi.

“Indonesia masih jauh dari krisis. Melemahnya nilai tukar rupiah tidak serta-merta krisis. Ada banyak faktor (yang terjadi) jika krisis ekonomi, tidak fair jika hanya menilai dari nilai tukar rupiah saja,” kata Kepala Grup Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia Yoga Affandi di Bengkulu, Jumat, 4 September 2015.

Yoga mengemukakan Indonesia jauh lebih baik nilai tukar mata uangnya jika dibandingkan dengan Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki, bahkan Malaysia.

BI meminta masyarakat menggunakan mata rupiah dalam bertransaksi, sehingga dapat mendukung penguatan kurs rupiah.

“Ini fenomena global, bukan Indonesia saja yang merasakannya, tetapi negara lain juga. Kita menyebut fenomena ini dengan superdolar. Salah satu cara agar rupiah tidak terus tertekan adalah dengan tidak tergantung kepada dolar,” kata Yoga.

Tidak hanya transaksi domestik saja, untuk transaksi antarnegara, BI mengajak seluruh kalangan agar menggunakan rupiah atau langsung menggunakan mata uang negara tujuan ekspor impor.

“Biasanya kalangan ekspor impor, yakni pengusaha, masih tetap menggunakan dolar walaupun transaksi itu berlangsung bukan dengan Amerika Serikat, misalnya ke Tiongkok. Ketergantungan dolar seperti ini menyumbang pelemahan nilai tukar rupiah,” kata dia.

BI memiliki fasilitas transaksi ekspor impor tanpa harus menggunakan dolar, jadi langsung transaksi menggunakan mata uang rupiah atau mata uang negara tujuan transaksi.

“Namanya bilateral currency swap agreement atau (BCSA). Namun pengusaha belum menggunakan ini karena menilai dolar lebih likuid,” kata dia.

ANTARA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*