Bank Sentral Paling 'Sakti' di Dunia Raup Laba Setara Rp 1.316 Triliun, Naik 30%

Jakarta -Bank sentral Amerika Serikat (AS) yang beberapa waktu belakangan ini santer diperbincangkan karena pengaruhnya terhadap ekonomi dunia, The Federal Reserve (The Fed), mencatat keuntungan US$ 101,3 miliar (Rp 1.316,9 triliun) pada 2014. Jumlah ini naik 30% dibanding 2013.

Dana tersebut mayoritas disetorkan ke Kementerian Keuangan AS. Tahun lalu jumlahnya mencapai US$ 96,9 miliar (Rp 1.259,7 triliun). The Fed mencatat ini sebagai rekor tertinggi.

Tak hanya membukukan keuntungan yang tinggi, The Fed juga mencatat kenaikan aset menjadi US$ 4,5 triliun (Rp 58.500 triliun) pada 2014, naik dari US$ 4 triliun (Rp 52.000 triliun) pada tahun sebelumnya.

The Fed banjir kritikan dari sejumlah ekonom dan politisi karena neraca keuangannya yang membengkak selama periode krisis. The Fed membeli miliaran dolar AS obigasi instrumen lain setiap bulan untuk meningkatkan perekomian negara. Kebijakan ini disebut Quantitave Easing.

Dari pembelian obligasi dan berbagai instrumen keuangan ini lah The Fed memperoleh keuntungannya. Sebagai pemegang obligasi, The Fed tentu menerima imbal hasil. Beberapa waktu terakhir, imbal hasil obligasi pemerintah AS (US T-Bonds/Bills) memang melonjak karena membaiknya ekonomi di Negeri Paman Sam.

Sejumlah pihak, terutama politisi, mengkritik neraca The Fed yang begitu besar. Namun, Gubernur the Fed Janet Yellen menuturkan pihaknya sudah sangat transparan mengenai hal ini.

“Saya yakin the Federal Reserve sudah menjadi salah satu bank paling trasnparan di antara bank sentral lain di dunia,” katanya dikutip dari CNN, Minggu (22/3/2015).

“Kami memberikan banyak informasi mengenai keuangan dan neraca keuangan kami, serta kebijakan moneter kami. Kami juga sudah mengaudit laporan keuangan. Kami melaporkannya setiap mingu,” tambah Yellen.

The Fed tengah menjadi bank sentral paling ‘sakti’ di dunia. Keputusan atau bahkan pernyataan yang dirilis sangat berpengaruh di pasar keuangan. Bahkan bisa menggerakkan mata uang dunia, termasuk rupiah.

Beberapa waktu terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 13.000/US$ yang merupakan titik terendah sejak 1998. Salah satu penyebabnya adalah belum jelasnya kepastian kenaikan suku bunga oleh The Fed, sehingga pelaku pasar cenderung memilih ‘bermain aman’ dengan memegang dolar AS.

(zul/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*