Apa Pilihan ECB, Inflasi Apa Pembelian Aset?

INILAHCOM, London – Referendum Italia hanya beberapa hari menjelang pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB). Apakah ada perubahan kebijakan bank sentral tersebut?

Agenda awal dalam pertemuan ECB pada hari ini (8/12/2016) tentang kebijakan pelonggaran kuantitatif atau (QE) dan proyeksi inflasi serta prospek ekonomi ke depan. Sebagian besar ekonom mengharapkan ECB memperpanjang program QE hingga September 2017. Tujuannya untuk menjaga volume pembelian obligasi 80 miliar euro.

“Kami mengharapkan ECB memperpanjang pembelian aset dengan kebijakan yang sama hingga September 2017, namun membatasi pembelian aset berimbal hasil,” kata kepala riset di makro dan pasar keuangan di ABN Amro, Nick Kounis seperti mengutip cnbc.com.

ECB sedang membawa laju inflasi ke 2 persen. Selain itu dengan instrumen moneter melalui suku bunga deposito negatif untuk memacu pinjaman dan pembelian aset. Sementara inflasi masih rendah dari target, meski sudah bergerak ke arah yang benar.

Data inflasi terakhir menunjukkan peningkatan menjadi 0,6 persen di bulan November dari tahun lalu. Artinya tingkat inflasi berada di level tertinggi sejak April 2014.

Untuk pengangguran euro turun di bawah 10 persen untuk pertama kalinya sejak 2009 menjadi 9,8 persen. Untuk indikator ekonomi juga menunjukkan uptick pertumbuhan mata uang.

Namun kemenangan Brexit dan terpilihnhya Donald Trump sebagai presiden AS maka merusak prospek ini. ECB menegaskan tentang program QE meski mendapat kritik yang luas telah membantu memperbaiki situasi.

“Menurut saya, meskipun banyak melewati krisis dalam enam, tujuh tahun terakhir, kami terus mengarahkan kapal menuju mandat ini. Kami perkirakan inflasi akan kembali menuju tujuan kami ke tingkat inflasi di bawah 2 persen hingga 2018/2019,” kata Presiden ECB, Mario Draghi kepada sebuah media Spanyol pada 30 November lalu.

ECB berniat untuk mempertahankan stimulus saat ini sampai melihat penyesuaian berkelanjutan di jalur target inflasi di bawah 2 persen.

“Mengingat kebijakan Mario Draghi untuk konsisten pada target inflasi dalam dua tahun ke depan, harus dipertanyakan  bila akan mengurangi stimulus moneter. Kecuali Dewan Pemerintahan setuju untuk mengubah target inflasi lebih tinggi dari target. Atau mengurangi prospek inflasi segera secara signifikan. Ini perlu diskusi serius,” kata ekonom dari Societe Generale, Anatoli Annenkov.

“Apakah akan ada momen yang lebih baik untuk memulai di luar 2017.

Sementara, Referendum Italia memang bukan pemilu. Tetapi dapat mengubah arah politik. Sebab dapat membesar menjadi mosi tidak percaya terhadap PM Italia, Matteo Renzi. Dia adalah seorang reformis yang mengusulkan reformasi konstitusi yang akan mengbuah struktur pemerintahan dengan mengurangi ukuran dan makeup dari senat.

Saat ini sistem di Italia harus melewati dua senat besar dan majelis rendah. Ini telah mengakibatkan program ekonomi mengalami kemacetan bertahun-tahun. Renzi akan mundur bila hasilnya menolak reformasi birokrasi yang diusulkannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi penurunan kinerja perbankan negeri tersebut. Selisih bunga obligasi Italia sangat lebar.

Namun semangat Renzi ditolak peserta referendum dengan memenangan yang memilih tidak mencapai sekitar 60 persen. Perdana Menteri Matteo Renzi pun mengumumkan akan mundur pada Senin kemarin. Ini merespon kekalahan dalam referendum reformasi konstitusi. Para pemilih menunjukkan “jelas” penolakan langkah-langkah reformasi legislatif. Namun, Renzi diharapkan tetap sampai bagian dari pembuat kebijakan anggaran federal dalam beberapa hari ke depan.


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*