Yield Obligasi Naik, Target Indikatif Meleset

INILAHCOM, Jakarta Kenaikan yield obligasi pada beberapa negara membuat laju pasar obligasi domestik ragu melangkah. Target indikatif yang dipatok pemerintah pun gagal tercapai.

“Setelah bergerak melemah, laju pasar obligasi mulai mencoba untuk kembali bangkit seiring dengan mulai adanya aksi-aksi beli di beberapa seri,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (25/9/2015).

Pelemahan laju rupiah yang sempat mulai terbatas memberikan ruang bagi pasar obligasi untuk dapat bergerak menguat. “Hanya saja, penguatan yield di sejumlah negara turut memberikan imbas negatifnya sehingga sebagian pelaku pasar masih melakukan aksi jual,” ujarnya.

Pelemahan pada nilai tukar rupiah kembali mengganggu laju pasar obligasi yang kembali mengalami pelemahan setelah bergerak menguat tipis sehari sebelumnya. “Pelemahan laju rupiah memberikan ruang sempit bagi pasar obligasi untuk dapat bergerak menguat,” tuturnya.

Kembali berlanjutnya penguatan yield di sejumlah negara turut memberikan imbas negatif sehingga sebagian pelaku pasar masih melakukan aksi jual.Apalagi penguatan yield tersebut seiring dengan penguatan laju indeks dolar AS sehingga makin memberikan sentimen negatif.

Pelaku pasar diantaranya kembali melanjutkan aksi jualnya sehingga menekan laju pasar obligasi.Menguatnya laju rupiah mampu memberikan sentimen positif pada laju pasar obligasi sehingga mampu berbalik naik. “Namun demikian, masih ada beberapa seri obligasi yang bergerak melemah,” timpal dia.

Respons pasar masih terbagi dua antara pelaku pasar yang mencoba bertahan dengan masih melakukan aksi beli meski terbatas seiring pergerakan harga obligasi sebelumnya yang telah berada di bawah harga par dan pelaku pasar yang masih melanjutkan aksi jualnya seiring belum adanya sentimen positif. “Mulai turunnya yield di sejumlah negara turut memberikan imbas positifsehingga sebagian pelaku pasar mencoba kembalimelakukan aksi beli,” ungkap dia.

Pelemahan yield tersebut seiring dengan masih bertahannya laju penguatankembali laju indeks dolar AS. “Di akhir pekan, mayoritas harga obligasi mengalami kenaikan namun, masih cenderung terbatasyang terefleksi pada penurunan mayoritasyieldseluruh tenor,” tandas Reza.

Mulai adanya berita-berita positif ikut memberikan sentimen positif juga pada laju pasar obligasi. Beberapa seri yang telah menyentuh batas harga par telah diperdagangkan di atas par dan mampu melanjutkan kenaikannya namun, masih adapula yang terlihat melemah selama sepekan kemarin.

Meski terdapat sentimen positif namun, tidak banyak harga obligasi yang dapat menguat. Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield mulai menunjukan adanya penurunan meski tidak terlalu signifikan.

Penurunan yield seperti yang terjadi dengan rating AA di mana di pekan sebelumnya di kisaran 11,40%-11,45%untuk tenor 9-10 tahun namun, di pekan kemarin pergerakannya naik ke kisaran 11,00%-11,25%seiring adanya penguatan di seri tersebut.

Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi kali ini lebih banyak dipengaruhi kondisi luar negeri dan dalam negeri terutama oleh lonjakan penguatan nilai tukar rupiah.

Kembali variatifnya laju pasar obligasi yang dibarengi sikap hati-hati pelaku pasar membuat laju harga olbigasi turut bervaritaitf. Secara mingguan, laju pasar obligasi tercatat melemah yang terefleksi dari naiknya yield untuk semua tenor.

Kenaikan yield rata-rata yang terbesar diraih oleh obligasi tenor pendek (1-4 tahun).Kelompok tenor pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-rata yield 16,80 bps; tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 6,99 bps; dan tenor panjang (8-30tahun) mengalami kenaikan yield 7,16 bps.

Terlihat obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 yang memiliki jatuh tempo 4 tahun cenderung turunharganya hingga -39,19 bps. Sementara dengan FR0070 yang memiliki jatuh tempo 9 tahun turunharganya hingga -60,81 bps.

Pada pekan kemarin, pemerintah telah melakukan lelang penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara pada hari Selasa, tanggal 20Oktober 2015. Seri-seri SBSN yang dilelang adalah SBSN berbasis proyek (Project Based Sukuk) yaitu seri PBS006 (reopening) dengan jatuh tempo 15 September 2020 memiliki imbal hasil 8,25% dan PBS009 (reopening) dengan jatuh tempo 25 Januari 2018 memiliki imbal hasil 7,75%.

Selain itu juga dilelang Sukuk Negara dengan seri SPN-S 07042016 (new issuance) dengan jatuh tempo 7 April 2016 memiliki imbalan diskonto untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015.

Di pekan kemarin, nilai permintaan yang diminta pelaku pasar mengalami penurunan dari lelang SBSN sebelumnya. Maraknya aksi jual dan tren pelemahan pasar obligasi turut mempengaruhi hasil lelang di pekan kemarin.

Dalam hal penyerapannya mampu lebih baik dari lelang SBSN sebelumnya. Lelang SBSNyang terserap lebih banyak pada tenor jangka panjang yang terlihat dari besaran bid to cover-nya.

Dalam lelang kali ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp2,99 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang SBSN periode sebelumnya, Selasa (6/10) yang mencapai Rp4,40 triliun. Pada lelang kali ini, lelang berhasil diserap Rp1,73 triliun atau lebih rendah dari target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp2 triliun.

Pemerintah memenangkan seluruh seri SBSN. Adapunseri yang dimenangkan antara lain seri SPN-S07042016 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp1,47 triliun. Imbal hasil terendah yang masuk sebesar 7,19% dan Imbal hasil tertinggi 8,00%. Seri ini diserap Rp1 triliun dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 7,26% dan tingkat imbalan diskonto.

Kemudian, seri PBS006mengalami permintaan Rp867,10 miliar dengan Imbal hasil terendah 8,63% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 10,13% serta diserap Rp605 miliar. Terakhir, Seri PBS009mengalami permintaan Rp653,50 miliar dengan Imbal hasil terendah 8,44% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 9,66% serta diserap Rp125 miliar. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*