Wajib Transaksi dalam Rupiah, BI: Ekspor-Impor Dikecualikan

Kamis, 02 Juli 2015 | 04:49 WIB

Ilustrasi mata uang Rupiah. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ida Nuryanti, menyatakan aksi beli minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) dari luar negeri masuk dalam pengecualian Peraturan Bank Indonesia mengenai penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia. Peraturan itu mulai diterapkan Rabu ini, 1 Juli 2015.

“Kegiatan ekspor serta impor dikecualikan dan itu tidak hanya untuk Pertamina,” kata di Bank Indonesia, Jakarta Pusat.

Menurut Ida, Pertamina belum mengetahui secara menyeluruh peraturan tersebut.  “Mungkin belum dipahami ketentuannya.”

Sebelumnya, Pertamina meminta ada pengecualian khusus, yaitu transaksi minyak dan gas untuk keperluan domestik. Pertamina membutuhkan petunjuk dan pelaksanaan serta standar khusus karena transaksi tersebut melibatkan kontrak kerja sama internasional.

“Pertamina telah mengirimkan surat permintaan pengecualian ke BI,” kata Vice President for Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.

Pengecualian lainnya,yakni kegiatan usaha bank dalam mata uang asing serta transaksi surat berharga pemerintah di pasar perdana dan sekunder yang berdasarkan undang-undang.

Juru bicara Bank Indonesia, Peter Jacobs, menambahkan sampai saat ini, masih banyak perusahaan yang memintai klarifikasi dari penerapan peraturan penggunaan rupiah.

“Bank Indonesia setiap minggu menerima banyak perusahaan. Ada perusahaan Jepang, Amerika Serikat serta berbagai kelompok korporasi,” ujar Peter.  

Senin lalu, Deputi Gubernur BI Ronald Waas menyebutkan  kebijakan wajib gunakan rupiah dalam setiap transaksi di tanah air semata-mata dilakukan untuk membangun kedaulatan Rupiah. Musababnya secara porsi jumlah transaksi menggunakan rupiah sudah terkikis.

“Sekarang sudah masuk dolarisasi,” ujar Deputi Gubernur BI Ronald Waas di Jakarta, Senin, 29 Juni 2015.

Menurut Ronald, saat ini jumlah transaksi menggunakan dolar setiap tahunnya sudah mencapai 52 persen, sedangkan transaksi penggunaan rupiah hanya tercatat 48 persen.

“Nanti NKRI tak ada lagi,” ujar Ronald. Karena itu, BI menyatakan sudah mengambil langkah-langkah untuk penerapan kewajiban ini, terutama sosialisasi dengan para pengusaha.

SINGGIH SOARES | ANDI IBNU


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*