Valuasi pasar saham Indonesia masih wajar

JAKARTA. Sehari setelah memperbarui rekor tertinggi sepanjang sejarah di posisi 5.523,29, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin kembali melemah 0,66% menjadi 5.486,68.

Meski demikian, sejumlah analis memperkirakan laju indeks saham domestik masih dalam tren menguat. Bahkan di akhir tahun nanti, IHSG berpotensi menyentuh 6.000.

Berdasarkan statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), average Price Earning Ratio (PER) IHSG saat ini sebesar 17,3x. Kemudian average Price Book Value (PBV) IHSG adalah 2,1x.

Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada mengemukakan, IHSG mencatatkan PER 22,06x. Kemudian indeks saham Filipina (PSEi) mencatatkan PER 22,18x, indeks saham Thailand  (SET) membukukan PER 20,41x. Sedangkan PER indeks bursa saham Malaysia (KLCI) sebesar 17,09x dan indeks saham Singapura (STI) mencatatkan PER 15,32x.

Menurut Reza, valuasi IHSG memang lebih tinggi dibandingkan beberapa pasar indeks saham regional. Ini lantaran dana asing yang mengalir masuk pasar Indonesia cukup besar.

Sejak awal tahun hingga kemarin atau year-to-date (ytd), nilai pembelian bersih (net buy) pemodal asing mencapai Rp 7,35 triliun di Bursa Efek Indonesia. Namun dia menekankan bahwa sepanjang kenaikan IHSG diikuti dengan pertumbuhan kinerja fundamental emiten, PER indeks saham pun bergerak perlahan.

Meski begitu, pertumbuhan IHSG sejak awal tahun ini tak terlalu mencolok dibandingkan sejumlah indeks bursa regional. Imbal hasil atau return IHSG menempati posisi ketujuh di kawasan Asia Pasifik dengan pertumbuhan 4,97% (ytd). Pasar saham bursa Tiongkok, yakni indeks Shanghai, memimpin kinerja indeks Asia dengan pertumbuhan return 28,65%. Kemudian indeks Nikkei Jepang melompat 18,10%. Sedangkan indeks PSEi Filipina menduduki posisi ketiga dengan pertumbuhan 11,37%, diikuti indeks Hang Seng dengan kenaikan 11,15%.

Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya memandang valuasi IHSG terbilang moderat dibandingkan indeks bursa regional. Dia melihat akan ada koreksi wajar pada indeks saham domestik di sekitar Juli dan Agustus tahun ini.

Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto memperkirakan, pasar modal Indonesia masih akan menghadapi beberapa tantangan. Pertama, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) berencana menaikkan suku bunga acuannya. Kedua, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih labil, setidaknya hingga Mei nanti. “Jangan terlena, namun juga jangan terlalu pesimistis. Kesempatan tetap ada, hanya saja perlu waspada,” saran David.

Dia berharap ada penurunan BI rate yang dapat mendongkrak pasar saham Indonesia. Selain itu, penyerapan anggaran pemerintah pun harus lebih baik guna memaksimalkan pertumbuhan ekonomi.

Reza melihat pelaku pasar menginginkan janji pemerintah saat tahun politik di 2014 lalu mampu terwujud pada tahun ini. Apalagi, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan keyakinannya bahwa IHSG mampu menembus 6.000 di tahun ini. “Hal itu seharusnya menjadi cambuk bagi presiden dan jajaran menteri untuk membuat sentimen tersebut tercapai,” ujar dia.

Reza memproyeksikan IHSG pada akhir tahun ini di kisaran 5.700-5.800. Adapun David memprediksi IHSG ditutup di posisi 5.850. Sedangkan William memperkirakan IHSG di level 6.396 pada akhir tahun nanti.

William menyarankan investor membeli saham secara selektif.  Beberapa saham saham yang patut dicermati antara lain BBRI, BMRI, BBNI, BBCA, UNVR, INDF, PWON, ASRI, WTON, WIKA, PTPP dan AKRA.

Editor: Yudho Winarto


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*